Rasakan... Kita di lingkaran... "...Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi..."

Selasa, 16 September 2008

Ramadhan, Pemersatu Kultur dan Sosial Umat

9/16/2008 12:10:00 AM Posted by Ady'S No comments
Setiap tahun Ramadhan datang kepada kita, kita luapkan kegembiraan dengannya, kita tampakkan kesukaan dan kita sambut tamu yang agung ini. Dan, di setiap tahun kita hidupkan syiar puasa dan kita junjung tinggi sehingga tumbuh berkembanglah sisa-sisa ketakwaan pada jiwa kaum muslimin, apabila manusia masih menjunjung tinggi syiar ini.
Pada bulan Ramadhan tampak jelas kasih sayang Allah swt kepada hamba-hamba-Nya. Kita lihat mereka menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan shalat, membaca Alquran dan berzikir, sedangkan siangnya mereka berpuasa dalam rangka memenuhi seruan Allah swt kepada mereka dalam firman-Nya,
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS Al-Baqarah: 185).
Juga, dalam rangka mengikuti sunah Rasulullah saw. yang bersabda,
"Puasa dan Alquran, keduanya, akan memberi syafaat bagi seseorang di hari kiamat. Puasa berkata, 'Wahai Rabbi, aku telah menghalanginya dari makan dan minum, maka biarkan aku memberi syafaat baginya.' Dan, Alquran pun berkata, 'Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka biarkan aku memberi syafaat baginya.' Beliau bersabda, 'Maka keduanya memberi syafa’at’." (HR Ahmad).
Adapun pada kesempatan ini kita tidak akan membahas tentang pentingnya puasa, atau tentang hukum-hukum seputar puasa, atau tentang keutamaan orang yang berpuasa yang menghidupkan malamnya, akan tetapi kita akan membahas dua sisi yang sangat penting dari segmen kehidupan kita. Yaitu, sisi kultur budaya dan sisi sosial yang ternyata Ramadhan mempunyai pengaruh yang sangat besar pada kedua sisi kehidupan tersebut. Atau dengan kata lain, Ramadhan mempunyai ketinggian kultur budaya dan sosial yang mengarahkan kita kepadanya sehingga umat terbentuk pula dengannya.
Pada bulan ini persatuan kebudayaan umat akan terlihat dengan ciri khusus. Pandangan dan pemikiran akan tertuju pada Alquran dengan versi lain daripada bulan-bulann yang lain, sehingga sekalipun orang yang selama setahun tidak pernah memegang mushaf (Alquran) tetap akan terketuk jiwanya, terharu dan tersentuh hatinya ketika menyaksikan fenomena bahwa di setiap sudut masjid, musalla, dan rumah-rumah banyak dibaca Alquran, bahkan sampai stasiun radio ataupun tv ikut menyiarkannya. Pada bulan ini jutaan kaum muslimin membaca Alquran, tidak seperti hari-hari yang lain; masjid-masjid dan musala-musala penuh, tidak seperti hari-hari sebelumnya, jadwal makan mereka sama bahkan meskipun dengan bermacam-macam tingkat kehidupan, etnis, dan adat-istiadat di berbagai daerah yang berbeda akan tetap ada kedekatan dan kesamaan.
Bulan yang mulia ini juga mampu membentuk masyarakat menjadi islami dan bulan ini juga menjadi masa diagungkannya satu syiar terbesar dari Islam, satu rukun dari rukun Islam yang lima. Dan, pada bulan ini tidak didapati suatu kelompok kaum muslimin yang menyebarkan pemikiran bidah, khurafat, dan syirik, melainkan suatu cahaya dalam budaya umum di masyarakat yaitu budaya Ramadhan. Bulan ini juga yang meningkat berkahnya dengan setiap perkataan luhur yang kita akan membiasakannya pada hari-hari setelahnya. Meskipun setiap individu umat Islam ini berbeda makanan dan minuman, bahasa, pemikiran, warna kulit, etnis, dan lain-lalinnya, akan tetapi Ramadhan mempunyai ciri khas dalam hal makan, berbicara, shalat, bahkan sampai hal membaca Alquran. Hal itu karena Ramadan mampu menyatukan urusan makan dan tata caranya untuk setiap penjuru di belahan dunia Islam, yang apabila setiap orang sibuk, lalu datanglah hidangan pada waktunya, kemudian mereka berkumpul bersama satu keluarga dalam suasana kebersamaan yang dipenuhi dengan kedamaian Ramadhan baik hidangannya mewah dan bermacam-macam ataupun hanya makanan yang sederhana, akan tetapi waktu dan cara melahapnya sama.
Dalam hal bertutur kata, maka Ramadhan memberikan jalan menuju kewibawaan, sedikit bicara dan banyak zikir. Hal itu merupakan faedah yang besar yang tercurah sesuai dengan tujuan dari bulan yang mulia ini untuk mendidik kita membudayakan banyak berbuat (amal) dan sedikit bicara. Ramadhan mengajari manusia untuk menyelesaikan amal (pekerjaan) dan untuk tidak bersenda gurau dengan perkataan yang tidak ada manfaatnya sama sekali. Seperti yang diungkapkan oleh Malik bin Nabi,
"Sesungguhnya Ramadhan mengajari kita 'manthiq amali' (mengungkapkan sesuatu dengan perbuatan), sehingga kita mengupayakan perkataan yang sesuai Alquran dengan mengamalkan perkataan itu."
Adapun mengenai shalat, maka Ramadhan menambah aroma yang khas ketika sedikit orang yang shalat sendirian dan banyak yang berjamaah, dan orang-orang selalu giat mendatangi shalat jamaah subuh setelah mereka lalai untuk mengerjakannya sepanjang tahun. Begitu juga dengan shalat sunah, seakan mendapat perhatian. Malam-malam menjadi hidup, karena mereka menghidupkannya dengan shalat tarawih. Meskipun banyak juga kaum muslimin yang begadang pada malam bulan Ramadhan dengan main kartu dan hal-hal lain yang melalaikan, akan tetapi tidak diragukan bahwa banyak pula di antara mereka yang memperbarui hubungan mereka dengan masjid-masjid, shalat jamaah, qiyamul lail, dan mengerjakan sunnah lainnya.
Tentang Alquran, ia mendapat perhatian yang sangat besar, di sela-sela kesibukan manusia, kadang-kadang ada yang tidak sempat membaca Alquran selama setahun tetapi pada bulan ini, ia memperbarui hubungannya dengan kitab Allah swt ini. Bahkan, ada yang tidak memutuskan hubungannya dengan Alquran meskipun Ramadhan telah berlalu, dan dia tetap berinteraksi dengannya karena telah merasuk di dalam hatinya rasa cinta terhadap Alquran dan membacanya pada bulan Ramadhan.
Adapun dari segi adab, maka kultur budaya syar'i telah mendapat jalan yang membuat manusia secara umum berperilaku dengannya. Kita lihat seorang muslim yang berpuasa selalu berusaha menjauhi semua yang dilarang Allah, baik ucapan maupun perbuatan. Ia menjaga lisannya dari berkata dusta, ngerumpi, mengadu domba, mengejek, mencela, dan semua perkataan keji. Ia juga menjaga pandangannya dari hal-hal yang diharamkan. Ia juga menjaga telinganya dari mendengarkan hal-hal yang haram didengar. Menjaga perutnya dari pendapatan (rezeki) yang tidak halal. Dengan semua itu, berarti Ramadhan mewajibkan manusia untuk berperilaku baik, dalam hal berpakaian, makan, dan berbicara seperti yang telah kita jelaskan di atas. Sebagai penjagaan bagi orang yang berpuasa untuk tidak merusak keagungan Ramadhan, dan sebagai kehati-hatian agar tidak lenyap nilai puasanya, juga sebagai pengamalan sabda Rasulullah saw,
"Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengamalkannya, maka bagi Allah tidak ada artinya meskipun dia meninggalkan makan dan minum."
Rasulullah saw juga bersabda,
"Puasa adalah perisai, maka apabila seseorang berpuasa, janganlah ia berkata keji dan membuat gaduh. Dan, jika ada yang mencelanya, hendaknya dia berkata, 'Saya adalah orang yang berpuasa." (HR Bukhari dan Muslim).
Dengan demikian, seorang muslim, anggota tubuhnya, akalnya, dan jiwanya bersatu tertuju kepada Allah SWT. Karena, ia selalu merasa diawasi lahir maupun batin, sadar dan takut apabila ia termasuk dari yang disabdakan Nabi saw.,
"Berapa banyak orang yang berpuasa, akan tetapi tidak mendapat sesuatu dari puasanya, kecuali hanya lapar dan haus." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).
Inilah sebagian sisi pemersatu kultur budaya yang ditancapkan oleh Ramadhan dalam jiwa setiap individu kaum muslimin, pemersatu tata cara bertutur kata, makan, melaksanakan kewajiban, dan juga pemersatu adab. Sehingga, bertambah tinggilah martabatnya yang terbentuk dalam setiap diri dan masyarakat. Jika Anda berkunjung ke beberapa daerah, seperti Arab Saudi, Kuwait, atau Malaysia, Indonesia, atau jika Anda datang ke Turki, Pakistan, atau Nigeria, atau jika Anda berpuasa di Afrika atau di Yaman, Anda bisa perhatikan persatuan dalam kultur budaya yang dapat dirasakan oleh manusia pada bulan yang mulia ini di belahan bumi mana pun yang dihuni kaum muslimin.
Dengan ini kita katakan bahwa persatuan umat telah tampak dalam aspek politik, ekonomi, dan dalam aspek yang lain. Tetapi, syiar Allah dan hari-harinya tampak dengan ketinggian dan kejelasan kultur budayanya atau dari kejelasannya dalam pemikiran, ilmiah, perilaku dan amaliah, atau dengan ungkapan Ibnu Nabi di atas. Persatuan masyarakat untuk umat pada bulan Ramadhan.
Telah tampak pula pada bulan Ramadhan persatuan antara kaum muslimin ketika perasaan bersatu dan saling bahu-membahu tumbuh di kalangan kaum muslimin. Orang yang berpuasa saling memberikan kasih sayang dan perasaannya kepada sesama manusia di sekelilingnya ketika mereka sama-sama berpuasa. Bahkan, mereka merasakan adanya suatu ikatan yang kuat dengan tetangga, saudara, sahabat, keluarga, dan orang yang ditanggungnya. Jika semuanya berpuasa, semuanya terhalang dari kenikmatan dunia dalam rangka memenuhi seruan Allah swt.
Sesungguhnya orang kaya dan orang miskin; pemimpin dan bawahan; perempuan dan laki-laki; orang Arab dan non-Arab; orang tua maupun kaum muda, mereka semua berpuasa atau tidak berpuasa tanpa ada keutamaan atau kelebihan kecuali dengan adanya uzur syar'i. Maka, tidak ada pengecualian dan tidak bisa keluar dari kewajiban ini dengan alasan kedudukan, jabatan, harta, atau hubungan kekerabatan. Di sini tampaklah ketinggian penyatuan rasa, ketika komitmen manusia kepadanya sama seluruhnya. Baik fakir maupun kaya semua berasal dari satu tanah. Tetapi, orang kaya juga merasakan apa yang diderita kaum miskin dalam masalah lapar sepanjang tahun ketika ia mencoba untuk menahan lapar beberapa hari. Tampak jelaslah standar Islam dalam memandang kemuliaan sesama manusia. Tidak atas dasar bentuk, warna kulit, etnis, tetapi atas dasar takwa dan amal salih, atas dasar apa yang diupayakan oleh setiap individu, baik dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi dari kesungguhan beribadah. Itulah yang menjadi tolok ukur perbedaan dalam masyarakat. Adapun di sisi Allah swt,
"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian."
Dan,
"Telah diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa."
Itulah persatuan masyarakat dalam naungan peribadatan kepada Allah swt.
Dari sisi lain, bulan ini juga mampu mempertipis kesenjangan antara orang-orang miskin dan orang-orang kaya, ditinjau dari dua hal.
1. Banyak orang-orang kaya yang telah terbiasa dengan kehidupan yang elit dan mewah harus menanggung beban bagaimana rasanya ketika dilarang makan dan minum pada siang hari bulan Ramadhan. Hal ini akan menghantarkan mereka untuk menyadari akan nikmat Allah swt berupa kekayaan yang diberikan kepada mereka sepanjang tahun. Selain itu, membuat mereka mengerti apa yang dirasakan oleh orang-orang susah, orang-orang yang terlantar, kaum fakir dan miskin. Sehingga, mereka benar-benar mengetahui masalah dan derita yang dialami kaum fakir. Maka, setelah itu tentu mereka akan memperbarui hubungan dan mau memberikan sebagian karunia Allah swt yang diberikan bagi mereka kepada orang-orang fakir dan miskin. Yang kita saksikan bahwa pada bulan Ramadhan adalah sedekah, infak, dan pemberian orang kaya semakin meningkat. Ini merupakan suatu tujuan dari bulan yang agung ini, yang membuat kaum kaya bisa mengerti kekurangan dan kefakiran yang menimpa saudara-saudara mereka. Dari sini tampak pentingnya Ramadhan dalam rangka ikut mempersatukan masyarakat antara umat Islam.
2. Orang-orang fakir yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sepanjang tahun, maka dengan berkah Ramadhan, Allah swt berkenan membukakan bagi mereka pintu-pintu kebaikan yang mampu memperkecil beban mereka dan mereka bisa lebih santai, bahkan ada dari mereka yang dijadikan kaya oleh Allah swt pada bulan ini. Kebanyakan dari mereka juga menyadari bahwa martabat umat ini akan terwujud dengan persatuan dan saling bahu-membahu antara kaum kaya dan miskin. Mereka juga bisa mengerti bahwa orang-orang kaya adalah saudara mereka, sehingga mereka tidak menaruh rasa iri atas karunia yang diberikan kepada orang kaya, sebagaimana firman Allah swt,
Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah" (QS An-Nahl: 71).
Ayat Ini salah satu dasar Ukhuwah dan Persamaaan dalam Islam.
Pada bulan yang mulia ini kaum muslimin dalam berbagai macam kondisi mereka tampak adanya perhatian, kasih sayang, dan hubungan erat. Hal ini adalah yang kita pahami dari apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw.,
"Sekiranya umatku mengetahui apa yang ada pada bulan Ramadhan, niscaya mereka menginginkan agar setahun penuh adalah bulan Ramadhan."
Atau, seperti yang beliau ucapkan. "Sesungguhnya Ramadhan mampu mendekatkan jarak antara kelompok-kelompok umat dan mampu mempersatukan mereka, sehingga tinggilah martabat persatuan masyarakat, dan syiar yang hampir mati bisa hidup kembali, manusia saling memenuhi kebutuhan sesama ketika mereka berkumpul dan saling merasakan apa yang dirasakan."
Alangkah agungnya engkau wahai Ramadhan, alangkah banyak berkahmu, alangkah manis rasanya puasa dan qiyamu lail. Engkau adalah bulan yang mulia, umat Muhammad berkumpul padamu, bersatu dalam ketinggian budaya ketika Alquran dibaca tidak seperti pada bulan-bulan yang lain, dan manusia saling memperhatikan, tidak seperti hari-hari sebelumnya. Dengan ini Ramadhan mampu mempersatukan sosial masyarakat, dan yang paling utama adalah dalam hal pemahaman terhadap keutuhan persatuan, dan pemahaman terhadap perhatian dan kasih sayang. Wallahu a'lam.




(sumber : Badran al-Hasan)

Senin, 08 September 2008

Hikmah dan Manfaat Puasa

9/08/2008 03:53:00 PM Posted by Ady'S No comments
Shaum atau puasa yang disyariatkan dan difardhukan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya mempunyai hikmah dan manfaat yang banyak sekali. Diantaranya, puasa itu merupakan ibadah yang bisa digunakan seorang hamba untuk bertaqarrub kepada Allah dengan meninggalkan kesenangan-kesenangan dunianya. Seperti makan, minum dan menggauli istri dalam rangka untuk mendapatkan ridho Rabb-nya dan keberuntungan di kampong kemuliaan (akhirat).
Dengan puasa ini jelas bahwa seorang hamba akan lebih mementingkan kehendak Rabb-nya daripada kesenangan-kesenangan pribadi. Lebih cinta kampung akhirat daripada kehidupan dunia.
Hikmah puasa yang lain bahwa puasa adalah sarana untuk menghadapi derajat taqwa apabila seseorang melakukannya dengan sesungguhnya (sesuai dengan syarat). Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa.” (QS Al Baqoroh : 183)
Orang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah SWT, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larngan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyariatkannya puasa. Jadi bukan hanya sekadar melatih untuk meninggalkan makan, minum dan menggauli istri.
Apabila kita membaca ayat tersebut, maka tentulah kita mengetahui apa hikmah diwajibkannya puasa, yakni taqwa dan menghambakan diri kepada Allah SWT. Adapun taqwa adalah meninggalkan keharaman-keharaman. Kata taqwa ketika dimutlakkan maka mengandung makna mengerjakan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan.
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh terhadap amalan dia meninggalkan makanan dan minumannya.” (HR Al Bukhari No.1903)
Berdasarkan dalil ini, maka diperintahkan dengan kuat terhadap setiap orang yang berpuasa untuk mengerjakan segala kewajiban. Demikian juga menjauhi hal-hal yang diharamkan, baik berupa perkataan maupun perbuatan, maka tidak boleh mencela, ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, mengadu domba antar mereka, menjual barang dagangan yang haram, mendengarkan apa saja yang haram untuk didengarkan, serta menjauhi segala bentuk keharaman lainnya.
Apabila seseorang m,engerjakan semuanya itu dalam satu bulan penuh keimanan dan mengharap pahala kepada Allah SWT, maka akan memudahkannya kelak untuk istiqomah di bulan-bulan tersisa lainnya dalam tahun tersebut.
Akan tetapi betapa sedihnya, kebanyakan orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasanya dengan hari berbukanya. Mereka tetap menjalani kebiasaan yang biasa mereka lakukan, yakni meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman, mereka tidak merasakan keagungan dan kehormatan puasa.
Perbuatan ini memang tidak membatalkan puasa tetapi mengurangi pahalanya. Bahkan, seringkali perbuatan-perbuatan tersebut merusak pahala puasa sehingga hilanglah pahalanya.
Hikmah puasa yang lainnya adalah seorang kaya akan mengetahui nilai nikmat Allah SWT dengan kekayaannya itu di mana Allah SWT telah memudahkan baginya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
Seperti makan, minum dan menikah, serta apa saja yang dibolehkan oleh Allah SWT secara syar’i. Allah SWT telah memudahkan baginya untuk itu. Maka dengan begitu ia akan bersyukur kepada Rabb-nya atas karunia nikmat ini dan mengingat saudaranya yang miskin, yang ternyata tidak dimudahkan untuk mendapatkannya. Dengan begitu ia akan berderma kepadanya dalam bentuk shadaqah dan perbuatan yang baik lainnya.
Hikmah puasa juga melatih seseorang untuk menguasai dan berdisiplin dalam mengatur jiwanya untuk meraih kebahagiaan dan kebaikannya di dunia dan di akhirat serta menjauhi sifat kebinatangan.
Puasa juga mengandung berbagai macam manfaat kesehatan yang direalisasikan dengan mengurangi makan dan mengistirahatkan alat pencernaan pada waktu-waktu tertentu serta mengurangi kolesterol yang jika terlalu banyak dikonsumsi akan membahayakan tubuh. Dan, masih banyak lagi, manfaat-manfaat serta hikmah-hikmah lainnya dari ibadah puasa.



(sumber : Tausiyah ustadz Jefri Al Bukhari yang dimuat di harian TP tgl. 2 Ramadhan 1429H/2 September 2008M)

Makna Ramadhan

9/08/2008 03:48:00 PM Posted by Ady'S No comments
Ramadhan pada awal sejarahnya disebut bulan “musim panas”, sebab pada masa pra-Islam kalender yang berlaku mengikuti sistem qamariah (perjalanan bulan), akan tetapi nama-nama bulannya mengikuti keadaan musim (peredaran matahari) dan kondisi yang terjadi di semenanjung Arabia. Sehingga setelah melewati kurun waktu tertentu, Ramadhan tidak jatuh pada titik musimnya lagi. Hikmahnya penduduk Muslim di berbagai belahan dunia mengalami puasa dengan pergiliran musim yang berbeda.
Ramadhan, secara harfiah berasal dari kata “ramadha”, artinya “membakar”. Dinamakan demikian, karena pada masa lalu cuaca di bulan itu sangatlah panasnya, sehingga apabila orang berjalan di tengah gurun pasir tanpa alas kaki, kakinya bisa hangus terbakar. Ramadhan dimaknai “membakar”, juga mengacu kepada pahala orang yang melaksanakan puasanya dengan benar, berarti telah membakar dosa-dosanya yang sudah lewat.
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan ihtisab, niscaya diampuni Allah segala dosa-dosanya yang terdahulu”. (HR. Muttafaq `alaih)

Makna Puasa dan Shaum
Puasa berasal dari bahasa Sansekerta “pasa”, artinya “pantang makan-minum”, yang kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa menjadi “poso”. Dalam bahasa Melayu padanannya ialah “bertarak”. Sedangkan di dalam ajaran Islam “shaum”, secara etimologis artinya “menahan diri”. Menurut terminologis, shaum bermakna “menahan diri dari yang dilarang oleh syara`, seperti makan, minum dan hubungan suami istri, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari”.
Hujjatul Islam Al Ghazali membagi puasa ke dalam 3 (tiga) tingkatan :
1. Puasa Umum.
Puasa sekedar menahan lapar, haus dan hubungan seks di waktu yang terlarang oleh syara’.
2. Puasa Khusus.
Puasa disamping menahan lapar, haus dan hubungan seks; juga menahan diri dari dosa-dosa kecil, seperti: gosip, berbohong, bertengkar, bicara kotor dll.
3. Puasa Prima.
Selain menahan lapar, haus, seks dan dosa-dosa kecil; juga menjaga hati nurani dari segala dosa-dosa tersembunyi atau tersamar; seperti: iri, dengki, ambisi, dendam, stres dll.
Dari ketiga level puasa tersebut, level pertama relatif mudah dilalui. Level ke-2 cukup sulit ditempuh, karena itu jarang orang yang lulus. Apalagi level ke-3 paling berat sekali menjalaninya. Justru tingkatan yang terakhir itulah hakikat puasa sebenarnya, puasa para nabi, aulia dan orang-orang yang mendapat pencerahan (ulil albab).

Sejarah Perintah Puasa
Dalam sejarah Islam, perintah puasa turun pada bulan Sya’ban 2 H, realisasinya baru pada bulan berikutnya, yaitu Ramadhan 2 H. Kaum Muslimin di masa Rasulullah SAW menyambut Ramadhan yang pertama itu bukan saja sebagai bulan amal dan ibadah secara khusus, tetapi juga sebagai bulan jihad, yaitu perang Badar (17 Ramadhan 2 H) - perang fisik perdana dalam tarikh menghadapi kaum musyrik Quraisy yang dimenangkan kaum Muslimin - dan juga perang mental menghadapi godaan nafsu yang tidak pernah mengenal puas.
Nabi SAW semasa hidupnya mengalami sembilan kali Ramadhan, enam kali diantaranya berpuasa 29 hari, tiga kali lainnya 30 hari (Atsar Ibnu Mas'ud dan `Aisyah).
Dari sembilan kali Ramadhan itu atau sembilan kali Lebaran (2 H – 11 H), Nabi hanya sekali mengalami Idul Fitri jatuh bersamaan dengan hari Jum’at, 1 Syawwal 3 H (berarti berkumpulnya dua hari raya), sehingga beliau memberikan rukhshah (dispensasi) bagi kaum Muslimin yang sudah menunaikan sholat Id dan tinggalnya jauh dari lokasi mesjid, tidak usah lagi sholat Jum’at melainkan sholat Zhuhur sebagaimana hari biasa. Tetapi untuk beliau pribadi karena berkedudukan di mesjid Nabawi tetap memilih mendirikan ibadah Jum`at . (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Fakta-fakta sejarah di atas dibuktikan dengan hisab astronomi oleh Teuku Djamaluddin, peneliti matahari dan lingkungan antariksa LAPAN, Bandung.

Dalil Wajib Puasa
Perintah wajib puasa di gariskan dalam Al Qur’an :
“Hai orang-orang beriman diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana yang telah diwajibkankan bagi generasi sebelummu agar kamu bertakwa”. (QS. Al Baqarah 183)

Seiring dengan Rukun Islam yang keempat menurut Hadist Nabi :
“Islam ialah anda mengikrarkan dua kalimah syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke baitullah apabila anda mampu”. (HR. Muslim dari Ibnu Umar).

Segitiga Puasa
I. Hukum Puasa Sekitar Musim Shiyam
1. Puasa sunnah.
Puasa Sya’ban (pra-Ramadhan) dan puasa Syawwal (pasca-Ramadhan).
2. Puasa wajib.
Puasa Ramadhan.
3. Puasa haram.
Puasa 1 Syawwal (Idul Fithri).

II. Musim Shiyam (Puasa) Sebetulnya Berlangsung Selama 3 Bulan, yaitu :
1. Pra-Ramadhan.
Sya’ban adalah bulan ‘pemanasan’ (warming up) puasa, sebagai persiapan dini menghadapi puasa sesungguhnya. Karena Rasulullah SAW pada bulan ini memperbanyak puasa sunnah (lihat hadist Al Bukhari – Muslim).
2. Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan kewajiban puasa seutuhnya (grand fasting). Puasa yang baik dan benar merupakan wahana pembakaran dosa.
3. Pasca Ramadhan.
Syawal adalah bulan ‘pendinginan’ (cooling down) dengan melakukan puasa sunnah 6 hari, baik berturut-turut ataupun berseling. Syawwal arti harfiahnya “meningkat”. Insyaallah tubuh makin fit dan ibadah kian meningkat. Hakikatnya Syawwal merupakan bulan ‘peningkatan’ iman dan takwa setelah sebulan dibina lewat Ramadhan.

III. Meskipun Hadistnya Lemah, Bulan Ramadhan terdiri dari 3 Periode,
setiap periode adalah 10 hari :
1. 1 – 10 Ramadhan : Periode kasih sayang.
2. 11 – 20 Ramadhan : Periode pengampunan.
3. 21 – 30 Ramadhan : Periode pembebasan dari api neraka.

IV. Mengikuti Atsar Sayyidina ‘Ali r.a. tentang Manajemen Perut :
1. 1/3 berisi makanan.
2. 1/3 berisi air.
3. 1/3 berisi udara nafas.

Puasa secara Islami
Umat-umat terdahulu, baik Muslim maupun bukan Muslim (Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha dan lain-lain) sudah membudayakan puasa dengan berbagai cara serta tujuannya. Dalam ajaran Islam, niat puasa dalam rangka mencari keridhoan Allah semata dan menuju peningkatan kualitas ketakwaan kepada Nya. Karena itu ciri yang membedakan puasa antara orang-orang Muslim dengan non Muslim terletak pada niatnya, tidak menyiksa diri dan adanya sarana makan sahur (HR. Muslim dari `Amr bin `Ash).
“Sahurlah anda, karena pada makan sahur ada berkahnya”. (HR. Al Bukhari - Muslim dari Anas)

Ada juga orang berpuasa untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu dan dalam upaya menjalani program diet, tetapi hal itu hanyalah aspek dari puasa. Ahli kedokteran non Muslim dari Amerika Dr. Alexis Caeryl yang pernah memenangkan hadiah Nobel kedokteran, menyatakan “Aspek puasa sangat efektif untuk menjaga kesehatan fisik dan keseimbangan jiwa”.
“Puasalah niscaya anda sehat”, demikian kata Nabi.
Namun memang ada ekses puasa lantaran tidak ada asupan nutrisi, berkurangnya kalori dalam tubuh lalu berakibat lemahnya enerji, naiknya asam lambung menimbulkan nyeri (maag). Ekses lain dari berkurangnya suplai air ke dalam tubuh akan mengganggu kerja ginjal. Rasa tidak enak pada umumnya bagi orang berpuasa ialah bau mulut yang akan mempengaruhi penampilan para komunikator bagian receptionist, presenter, tenaga pengajar, pemandu wisata dan lain-lain. Itulah ujian fisik sebagai indikator keimanan seseorang yang menjalani puasa.
Berdasarkan hasil survei, kendala fisik demikian terjadi, pertama karena kurang mantapnya memasang niat atau motivasi puasa sebagai ibadah; kedua cara berpuasanya tidak sesuai dengan sunnah sebagaimana kiat Nabi SAW berpuasa. Kini industri farmasi telah mengeluarkan produk obat kumur yang tahan 14 jam mengatasi bau mulut, meskipun ada hadist yang menyebutkan :
“Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada parfum”.

Mengapa kewajiban puasa cuma ditujukan kepada orang-orang beriman? Karena tujuan hakiki puasa ialah agar orang-orang beriman itu menjadi insan yang takwa. Orang bertakwa insyaallah mendapat ridho Allah SWT. Takwa (taqwa), secara harfiah artinya “memelihara”, secara istilah “memelihara diri dengan konsekwensi logis melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya”, baik hukum-Nya yang tertulis (Al Qur’an), maupun hukum-Nya yang tak tertulis (kauniah) yang terbentang di alam raya ini.

Nilai Ibadah Puasa
Menurut Dr.Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya Al `Ibadah fil Islam, ada 7 nilai ibadah puasa :
1. Menyatukan pendirian selalu berpihak kepada Allah semata.
2. Mengajarkan kesabaran.
3. Menuntun sifat santun.
4. Mengasah kepekaan sosial.
5. Menyehatkan jasmani.
6. Menguatkan ruhani.
7. Membangkitkan semangat juang.
Dunia modern melahirkan beberapa tokoh yang punya prinsip, keberanian dan kecerdasan berkat laku puasa yang sudah menjadi bagian (budaya) dari hidupnya. Contohnya : Mahatma Gandhi (pemimpin spiritual Hindu-India yang sangat menghormati Nabi Muhammad), Khomeini (pemimpin Revolusi Islam Iran), BJ Habibie (mantan Ketua ICMI dan Presiden RI, yang aktif puasa “Senin-Kamis”), kemudian Amien Rais (yang disebut-sebut sebagai Bapak “Reformasi” yang gemar puasa “Nabi Daud”). Sejarah juga membuktikan banyak peperangan yang dimenangkan kaum Muslimin, justru terjadi di bulan Ramadhan; diantaranya perang Badar (2 H/ 623) dan pembebasan Makkah (9 H/630 M) yang dipimpin langsung Rasulullah SAW, didirikannya kota Jakarta (933 H/1527 M) oleh Fatahillah, proklamasi kemerdekaan RI (1364 H/ 1945 M) serta kemenangan Mesir merebut kembali Sinai dari tangan Israel (1393 H/ 1973 M). Berita terakhir, serangan gerilyawan Irak atas tentara pendudukan AS, justru tiga kali lebih gencar lagi efektif pada bulan Ramadhan (1424 H/2003 M).

Hasil Guna Puasa
Ramadhan tidak sebatas puasa di siang hari, tapi berkelindan dengan ibadah lainnya seperti qiyamu ramadhan (Tarawih), tadarrus Al Qur’an, i`tikaf di mesjid dan kepedulian sosial bagi kaum dhu`afa (ekonomi lemah) dan mustadh`afin (tertindas). Ramadhan bulan ampunan, bulan mengasah jatidiri dengan olah kebajikan, membelenggu perilaku setan. Maka untuk efektifitas puasa, di samping melaksanakan ibadah secara intensif dan meninggalkan semua perbuatan yang terang terlarang, juga menghindari segala kegemaran yang tersamar semisal main kartu, menonton film erotis, ngerumpi dan kebiasan yang dapat menurunkan nilai ibadah puasa. Dengan puasa kita bisa merasakan sebagian penderitaan orang lain.
Bersyukurlah bagi kita yang dapat menikmati puasa dalam kondisi normal, aman dan damai. Nilai tawakal kita patut acungkan kepada kaum Muslim yang keadaan musimnya sangat berbeda dengan negeri kita, di belahan utara atau selatan bumi; dimana siangnya jauh lebih panjang (sekitar 20 jam) daripada malamnya. Juga keberadaan ikhwan-ikhwan kita di daerah konflik, di Aceh, Afghanistan, Chesnia, Palestina dan Irak; betapa sulitnya mereka mengatur waktu dan mencari makan serta berpuasa ditengah medan peperangan demikian mencekam.
Kita bukan saja menghormati orang yang berpuasa, tetapi kita juga dididik untuk menghargai mereka yang tidak berpuasa lantaran kondisi-kondisi tertentu yang mungkin tidak kita rasa-rasakan, seperti para pekerja kasar pelabuhan, buruh bangunan/ proyek jalan raya, tukang beca, penarik gerobak dan lainnya. Mereka barangkali ingin berpuasa seperti saudara-saudara kita yang lainnya, tetapi kondisi lemah ekonomi dan juga lemah syari`ah membuat mereka “tertinggal”. Jangankan membayar hutang puasa, bahkan mereka tak mampu membayar fidyah, karena untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup. Adakah kita terpanggil untuk menyelamatkan ‘aqidah mereka?, agar kefakiran mereka tidak jatuh ke dalam kekafiran.
Kita juga pantas menghormati sopir-sopir bis antar kota/provinsi, karyawan shift malam dan para petugas jaga malam yang tidak sempat mengikuti sholat berjamaah tarawih dan i’tikaf. Akankah mereka kehilangan momentum Ramadhan, istimewanya Lailatul Qadar? Allahu a`lam bis shawwab !
Apabila kita menjalankan puasa dengan baik dan benar, insyaallah ibadah kita selamat bahkan meningkat. Demikian juga badan kita tetap sehat, sebelum, selama dan sesudah Ramadhan, bahkan makin kuat.
Selamat berpuasa, semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita sekalian agar dapat menunaikan ibadah Ramadhan 1425 H ini dengan berhasil guna menaikkan ketakwaan kita sehingga dapat dijelmakan ke dalam hari-hari panjang 11 bulan berikutnya!
Semoga kita dapat mengangkat puasa ritual ini menjadi puasa sosial yang meredam konflik horizontal di antara umat dan puasa aktual yang mempunyai nilai tambah kinerja kita.


(sumber: Lembar Masjid Hikmah El Bitrul, dengan rujukan :
Al Qur’an dan Terjemahnya, Depag; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim;
Al `Ibadah fil Islam, Dr. Yusuf Al Qardhawi;
Nilai-nilai Ibadah Puasa, KH.M.Yunan Nasution;
Almanak Alam Islami, Drs.Rahmat Taufiq Hidayat dkk)

Sabtu, 06 September 2008

HANCURKAN SAMPAH INI (2) !!! SEGERA !!!

9/06/2008 05:43:00 AM Posted by Ady'S No comments
Satu lagi blog yang sangat provokatif terhadap umat muslim datang mengusik ketenangan ibadah kita di bulan suci Ramadhan ini.
Untuk itu saya mengajak teman-teman semua untuk melakukan flagging terhadap situs

http://www.indonesia.faithfreedom.org/

agar pihak pengelola blog, menutup blog jahat tersebut. Kampanye ini bukan pelanggaran hukum terhadap kebebasan berekspresi, bukan pula pelanggaran terhadap kebebasan bicara, tapi justru blog tersebut yang secara nyata telah melanggar ketentuan yang salah satunya adalah tentang penyebaran kebencian terhadap agama.

Jadi, mari, BERSAMA-SAMA KITA BUMIHANGUSKAN SEGALA BENTUK KEBIADABAN INI!!!

Ayo…sebarkan kepada seluruh rekan-rekan Anda lewat Y!M, E-mail, Blog, Forum, dan seluruh media lainnya yang bisa Anda gunakan!

HANCURKAN SAMPAH INI !!! SEGERA !!!

9/06/2008 05:38:00 AM Posted by Ady'S No comments
Satu lagi blog yang sangat provokatif terhadap umat muslim datang mengusik ketenangan ibadah kita di bulan suci Ramadhan ini.
Untuk itu saya mengajak teman-teman semua untuk melakukan flagging terhadap situs

http://mantanmuslim.blogspot.com

agar pihak pengelola blog, Blogger.com, menutup blog jahat tersebut. Kampanye ini bukan pelanggaran hukum terhadap kebebasan berekspresi, bukan pula pelanggaran terhadap kebebasan bicara, tapi justru blog tersebut yang secara nyata telah melanggar ketentuan yang salah satunya adalah tentang penyebaran kebencian terhadap agama.

Jadi, mari, gerakkan cursor Anda, untuk menuju halaman Report a Terms of Service Violation

Ayo…sebarkan kepada seluruh rekan-rekan Anda lewat Y!M, E-mail, Blog, Forum, dan seluruh media lainnya yang bisa Anda gunakan!

Kamis, 04 September 2008

TAFSIR AYAT PUASA

9/04/2008 06:16:00 PM Posted by Ady'S No comments
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqoroh : 183)

Makna Umum
Muhammad Ali Ash-Shobuny menerangkan bahwa berpuasa itu diwajibkan pada bulan Ramadhan sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kita agar kita bertakwa, yaitu menjadi orang yang bertakwa kepada Allah dengan menjauhi apa yang diharamkan-Nya.[1]

Tafsir Ayat
Imam Mawardi dalam kitab tafsirnya menjelaskan sebagai berikut:[2]
I. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, artinya diwajibkan atas kamu berpuasa dari segala sesuatu yang kamu harus menahannya. Ini adalah puasa menurut pengertian bahasa. Adapun puasa menurut pengertian syara adalah: menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa pada waktu tertentu.

Nabi saw bersabda, Allah berfirman: “Setiap amal anak Adam itu untuk mereka sendiri, sedangkan puasa itu untuk-Ku.... (Bukhari 3/24, Muslim 5/122, Nasa’i 4/59). Imam Mawardi menjelaskan dua alasan mengapa puasa itu tampak khusus dibanding ibadah lain:
a. Puasa itu mencegah kepura-puraan diri berikut nafsu yang menyertainya
b. Puasa itu merupakan rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya yang tidak ditampakkan kecuali untuk Tuhannya.
Inilah yang menyebabkan puasa menjadi sangat khusus dibandingkan dengan ibadah lainnya.

II. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, Imam Mawardi menyebutkan tiga pendapat berkenaan dengan siapa yang dimaksud dengan orang-orang sebelum kamu :
a. Asy-Syubi, Ar-Rabi dan Asbat mengatakan bahwa mereka itu adalah orang-orang Nashrani
b. Mujahid berpendapat bahwa mereka itu adalah Ahlul Kitab
c. Qatadah mengatakan bahwa mereka itu adalah manusia secara umum.
Perbedaan pendapat juga terjadi dalam menjelaskan apa titik kesamaan antara puasa yang diwajibkan kepada umat Muhammad dengan umat yang lalu. Imam Mawardi mengurai dua pendapat dalam hal ini:
a. Kesamaan itu dalam hukum puasa dan sifatnya, bukan dalam hal bilangannya. Hal ini mengingat Yahudi juga berpuasa hanya mereka memulainya dari malam sampai ke malam lagi dan mereka tidak makan sesuatupun setelah malam tiba. Dan itulah juga yang dilakukan oleh umat islam di masa-masa awal Islam, yaitu mereka tidak makan sesuatupun di waktu malam sampai Umar bin Khattab dan Qais bin Sharmah melakukannya. Tindakan Umar dan Qais itu kemudian dihalalkan oleh Allah. Inilah pendapat yang dipegang oleh Ar-Rabi bin Anas. Ar-Rabi berpegang pada hadis Nabi, Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahlul kitab adalah kita makan di waktu sahur

b. Titik kesamaan itu adalah pada bilangan puasanya. Pendapat ini terbagi dua lagi:
b.1. Kaum Nasrani diwajibkan berpuasa 30 hari sebagaimana kita juga diwajibkan demikian. Dan seringkali itu terjadi pada musim yang sangat panas, lalu dipisah sebagian dilakukan di musim dingin dan saat hari yang cerah. Akan tetapi puasa mereka kemudian ditambah dua puluh hari lagi. Ini untuk menghapus dosa mereka dan menghukum mereka karena mengganti ketentuan Tuhan. Ini pendapat yang dipegang oleh Asy-Syubi

b.2. Kaum Yahudi berpuasa tiga hari pada setiap hari Asyura dan tiga hari di setiap bulan. Kondisi ini berjalan selama tujuh belas bulan sampai turun ayat puasa Ramadhan yang menghapus ketentuan itu. Inilah pendapat Ibn Abbas yang mengatakan bahwa ketentuan yang awal-awal dinasakh (dihapus) adalah soal qiblat dan puasa ini.

III. agar kamu bertakwa
Potongan ayat ini juga mengandung dua pendapat:
a. agar kamu bertakwa dari apa yang diharamkan dalam berpuasa seperti makan, minum, berhubungan intim dengan isteri. Pendapat ini dipegang oleh Abu Jafar at-Thabari.
b. maknanya adalah puasa itu menjadi sebab yang mengembalikan kita pada takwa dengan jalan menundukkan jiwa, mengurangi nafsu dan menghilangkan kejelekan. Ini pendapat yang dikeluarkan oleh az-Zujaj.

Refleksi
Untuk mengakhiri bahasan ini, ijinkan saya mengutip Syaikh Mahmud Syaltout:[3]
Dan tidaklah diragukan (dalam ayat puasa itu) bahwa panggilan dimulai dengan kata sifat Iman (hai orang-orang yang beriman). Dan inilah dasar kebaikan dan keutamaan. Kemudian taqwa disebut di akhir ayat; inilah ruh iman dan rahasia kemenangan. Ini semua menjadi petunjuk yang kuat dan dalil yang jelas bahwasanya puasa itu wajib, bukan hanya untuk menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga menahan diri dari semua hal yang dapat menghilangkan keimanan dan tidak menguatkan keutamaan taqwa itu.
Karenanya barang siapa yang berpuasa dengan maksud bukan untuk Allah, maka dia tidak berpuasa (la shaum lahu). Begitu pula halnya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan jamaah kaum muslimin, maka tidak ada puasa baginya (la shaum lahu). Akan halnya orang yang ada hasad dan dendam serta melakukan aktifitas yang dapat memecah belah umat dan melemahkan kekuatan umat, maka mereka juga tidak mendapati puasa. Begitu pula halnya dengan keadaan orang-orang zhalim dan orang yang berkongsi dalam membuat kerusakan.
Orang yang berpuasa itu tidak menyakiti tetangganya baik dengan tangan maupun lidahnya ataupun menghancurkan kehormatan Allah, tidak berbohong dan tidak memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.
Inilah makna puasa yang menggabungkan gambaran menahan diri dari hal yang membatalkan puasa. Inilah makna puasa yang menguatkan ruh iman.










(sumber : Nadirsyah Hosen)

Tarhib Ramadhan

9/04/2008 06:09:00 PM Posted by Ady'S No comments
Bulan Ramadhan senantiasa datang pada saat yang tepat. Pada saat umat Islam membutuhkan kekuatan iman dan ruhiyah untuk menghadapi kondisi-kondisi sulit dan berat dalam kehidupan mereka. Dan dengan datangnya bulan Ramadhan, Allah SWT memberikan bantuan dan sekaligus hiburan kepada umat Islam dalam menghadapi kondisi berat, sehingga dapat keluar dari permasalahan yang berat dan sulit tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi hampir seluruh umat Islam di seluruh dunia.
Bulan Ramadhan tahun ini, umat Islam khususnya di dunia barat menghadapi ujian yang berat. Tekanan dan teror dari rezim dan kelompok mayoritas terus-menerus menimpa umat Islam disana. Sedangkan dalam dunia Islam, umat Islam masih menghadapi masalahnya masing-masing. Di Indonesia umat Islam masih dihadapkan pada krisis yang berat dari semua sisi kehidupan. Sedangkan di belahan dunia Islam lainnya, kondisi umat Islam tidak lebih baik dari Indonesia. Para da’i di Mesir, Irak, Tunisia dan lainnya masih banyak yang berada di dalam penjara. Umat Islam di daerah minoritas semakin tertindas dan di daerah mayoritas tidak dapat bebas melaksanakan Syari’ah Islam. Palestina, jantung umat Islam semakin merana. Pembantaian bangsa Yahudi Israel atas Umat Islam Palestina tidak kunjung mereda. Dan Masjidil Aqsa terancam bahaya.
Dalam suasana seperti ini, masih ada harapan dan titik terang dengan datangnya bulan Ramadhan. Memasuki momentum Ramadhan yang sangat baik ini, umat Islam harus mempersiapkan dengan baik sehingga tujuan Ramadhan dapat tercapai, yaitu terealisirnya ketaqwaan. Ketaqwaan merupakan kunci pembuka pintu rahmat Allah SWT, jalan keluar dan solusi atas segala krisis multidimensional. Semoga Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahiim memberkahi kita semua dan memberikan jalan yang terbaik bagi umat Islam di seluruh dunia, termasuk di Indonesia untuk keluar dari krisis yang dideritanya. Diantara sarana yang paling efektif untuk merealisir dan membina ketaqwaan, yaitu dengan cara berpuasa.
Puasa adalah pelatihan dan pendidikan bagi manusia yang langsung datang dari Allah yang Maha Mengetahui kemaslahatan mereka. Menahan diri dari makan dan minum dan syahwat di siang hari agar terlatih untuk menahan diri dari nafsu serakah, tamak dan rakus serta menahan diri dari segala kemaksiatan yang dilarang oleh Allah SWT.
Krisis yang menimpa manusia berawal dari ketidak berdayaan manusia untuk menahan diri dari larangan Allah, kemudian jatuh pada larangan tersebut. Seterusnya mengingkari ajaran Islam dan kebenaran. Maka terjadilah pembunuhan atas manusia yang tak berdosa, pemerkosaan, perzinahan dan seks bebas, penggunaan NARKOBA, aborsi, pencurian hutan dan perusakan alam, perampasan hak orang lain, penjajahan, KKN, penganiayaan dan kezhaliman serta pelanggaran lainnya. Oleh karenanya penghentian atas krisis tersebut harus dimulai dari akar krisis dan akar permasalahannya.
Solusi atas krisis secara horizontal harus dimulai dengan mendidik manusia menjadi insan bertqwa sehingga mampu menahan diri dari pelanggaran-pelanggaran dan tunduk pada Allah dan hukum Islam. Dan solusi krisis secara vertikal dengan menegakkan Syari’ah Islam dalam masyarakat dan pemerintah sehingga mereka takut akan sangsi dan tidak melanggar larangan-Nya. Syari’ah Islam memberi rahmat bagi manusia, menjamin hak beragama, hak hidup, hak pemilikan harta, hak berfikir dan berpendapat, hak terpeliharanya kehormatan dan keturunan. Kesinilah semua langkah harus ditujukan, semua pikiran dicurahkan, gerakan reformasi diarahkan, segala tenaga dikerahkan.
Puasa adalah sarana yang paling efektif untuk mendidik manusia menjadi insan yang bertaqwa. Sehingga mereka memiliki keberanian untuk merealisasikan Syariah Islam dalam kehidupan pribadi dan sosial. Oleh karenannya, marilah kita mempersiapkan dan memasuki bulan Ramadhan dengan hal-hal berikut:
1. Memperkuat kerinduan dan kecintaan terhadap bulan suci Ramadhan dan rasa harap untuk dapat menikmati keutamaannya. Hal ini antara lain dapat diekspresikan dengan do’a yang dicontohkan Rasul saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik berkata: Rasulullah saw. jika sudah masuk bulan Rajab senantiasa berdo’a:
"Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan." (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi)
2. Kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan inilah yang juga dirasakan oleh salafu shalih. Karena begitu banyaknya kebaikan yang diberikan oleh Allah di bulan Ramadhan, seperti di bukannya pintu surga, ditutupnya pintu neraka, dibelenggunya syetan-syetan sehingga tidak dapat leluasa menggoda manusia. Dan puncaknya adalah diturunkannya Al-Qur’an sebagai pedoman bagi manusia. Dan pada malam turunnya Al-Qur’an Allah SWT. menjadikannya lebih baik dari seribu bulan. Allah SWT. berfirman yang artinya:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS Al-Qadr 1-5)
3. Menyiapkan diri dengan baik, persiapan hati, persiapan akal dan persiapan fisik. Persiapan hati dengan memperbanyak ibadah, seperti memperbanyak membaca Al-Qur’an saum sunnah, dzikir, do’a dll. Persiapan akal dengan mendalami ilmu yang terkait dengan ibadah Ramadhan. Dan persiapan fisik dengan menjaga kesehatan, kebersihan rumah dan lingkungan. Dan menyiapkan harta yang halal untuk bekal ibadah Ramadhan. Dalam hal mempersiapkan hati atau ruhiyah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:
"Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban." (HR Muslim)
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Rasulullah SAW bersabda:
Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: "Wahai Rasulullah saw, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban". Rasul saw bersabda: "Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa." (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)
4. Merencanakan peningkatan prestasi ibadah pada bulan Ramadhan tahun ini dari tahun lalu, baik perencanaan yang bersifat global maupun perencanaan bersifat rinci. Seperti peningkatan dalam tilawah, hafalan, pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an. Juga merencanakan untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan memantapkan tekad untuk tidak membelanjakan hartanya, kecuali kepada pedagang dan produksi negeri kaum muslimin, kecuali dalam keadaan yang sulit (haraj).
5. Mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam dalam penentuan awal dan akhir Ramadhan dan mengisi ibadah Ramadhan dengan tetap komitmen pada Al-Qur’an dan Sunnah. Karena ukhuwah Islamiyah dan persatuan umat Islam jauh lebih penting dari ibadah-ibadah sunnah dan perbedaan pendapat tetapi menimbulkan perpecahan. Allah swt berfirman yang artinya:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni’mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (QS Ali ‘Imran 103)
6. Melaksanakan ibadah puasa (shaum) dengan hati yang ikhlas dan memperhatikan segala adab serta sunnah-sunnahnya. Menghiasi Ramadhan dengan shalat tarawih, tilawah Al Qur-an, memperbanyak dzikir dan do’a, membayar zakat, infak dan melakukan I’tikaaf pada sepuluh hari terakhir (asyrul awakhir).
"Sungguh, telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, dimana Allah mewajibkan kamu berpuasa, dibuka pintu-pintu syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dibelenggu setan-setan. Di dalam Ramadhan terdapat malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Maka barangsiapa yang tak berhasil memperoleh kebaikan Ramadhan sungguh ia tidak akan mendapatkan itu buat selama-lamanya." (Riwayat Ahmad, Nasaa'i dan Baihaqy)
7. Menjadikan Ramadhan sebagai Syahrut Taubah (Bulan Taubat), dengan memperbanyak istighfar dan taubah kepada Allah SWT. Mengakui kesalahan dan meminta ma’af kepada sesama manusia yang dizhaliminya serta mengembalikan hak-hak mereka. Taubat adalah sebuah sikap menyesali akan segala kesalahan, melepaskannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kesalahan tersebut. Dosa, maksiat dan kesalahan merupakan sebab inti dari keterpurukan dan krisis ini. Sehingga taubat adalah satu-satunya jalan untuk memulai hidup baru menuju yang lebih baik. Taubah dan istighfar menjadi syarat utama bagi bangsa Indonesia untuk mendapat maghfiroh (ampunan), rahmat dan karunia Allah SWT. Allah swt berfirman yang artinya:
“Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa." (QS Hud 52)
8. Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrut Tarbiyah dan Syahrud Da’wah (Bulan Pendidikan dan Da’wah). Diantara ciri khas bulan Ramadhan adalah tumbuh suburnya suasana ke-Islaman di semua tempat. Umat Islam mempunyai kesempatan lebih banyak untuk beribadah. Puasa merupakan sarana yang sangat efektif untuk menahan segala kecenderungan negatif dan memotivasi untuk melakukan semua bentuk kebaikan. Sehingga peluang tarbiyah dan da’wah di bulan Ramadhan lebih terbuka dan lebih luas.
Kesempatan inilah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh para da’i dan ulama untuk melakukan da’wah dan tarbiyah. Terus melakukan gerakan reformasi (harakatul ishlah). Membuka pintu-pintu hidayah dan menebar kasih sayang bagi sesama. Meningkatkan kepekaan untuk menolak kezhaliman dan kemaksiatan. Menyebarkan syiar Islam dan meramaikan masjid dengan aktifitas ta’lim, kajian kitab, diskusi, ceramah, dan lain-lain, sampai terwujud perubahan-perubahan yang esensial dan positif dalam berbagai bidang kehidupan. Ramadhan bukan bulan istirahat yang menyebabkan mesin-mesin kebaikan berhenti bekerja, tetapi momentum tahunan terbesar untuk segala jenis kebaikan.
9. Menjadikan bulan Ramadhan sebagai Syahrul Jihad. Jihad adalah puncak ajaran Islam, rahasia kemulian dan kejayaan umat Islam. Sedangkan landasan jihad adalah kesucian dan kebersihan jiwa. Oleh karenannya bulan Ramadhan adalah momentum yang sangat tepat untuk menumbuhkan ruhul jihad dalam tubuh umat Islam. Sejarah telah membuktikan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan gerakan jihad. Perang Badar Al-Kubra, Fathu Makkah, Pembebasan Palestina oleh Shalahuddin Al-Ayyubi, Perang Ain Jalut yang dapat menaklukkan tentara mongol, Penaklukkan Andalusia oleh pahlawan Tariq bin Ziyaad, Kemerdekaan Indonesia dll, semuanya terjadi pada bulan Ramadhan.
10. Mengambil keberkahan Ramadhan semaksimal mungkin, termasuk dari sisi ekonomi, sosial, budaya dan pemberdayaan umat, dengan melakukan aktifitas positif, seperti; bazar amal, membuka pasar-pasar alternatif, penggalangan dana, penumbuhan produk pribumi, peningkatan investasi sesama umat Islam, memunculkan kreatifitas di bidang seni budaya dll.
11. Meningkatkan muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah kita perbuat dengan senantiasa menajamkan mata hati (bashirah), sehingga kita tidak menjadi orang/kelompok yang selalu mencari-cari kesalahan orang/kelompok lain tanpa mau bergeser dari perbuatan kita sendiri yang mungkin jelas kesalahannya. Pada tingkat makro inilah sumber kemelut yang melanda bangsa Indonesia. Kesempatan Ramadhan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri sehingga perubahan-perubahan yang diharapkan bangsa Indonesia dapat berlangsung mulus dan terhindar dari benturan-benturan antar kekuatan yang banyak menimbulkan korban di kalangan kaum muslimin sendiri.
Semoga Allah SWT senantiasa menerima shiyam kita dan amal shaleh lainnya dan mudah-mudahan tarhib ini dapat membangkitkan semangat beribadah kita sekalian sehingga membuka peluang bagi terwujudnya Indonesia yang lebih baik, lebih aman, lebih adil dan lebih sejahtera. Dan itu baru akan terwujud jika bangsa ini yang mayoritasnya adalah umat Islam kembali kepada Syariat Allah.

(sumber : Hidayatullah.com)

Bulan Tobat Itu Telah Datang

9/04/2008 06:05:00 PM Posted by Ady'S No comments
Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Allah SWT berfirman yang artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS Al Baqarah: 183).
Wahai kaum muslimin, wahai sebaik-baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, ratusan juta umat muslimin baik di Barat maupun di Timur kini tengah melaksanakan ibadah yang sangat mulia, puasa Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah bulan yang menjadikan orang yang berpuasa menjadi bertakwa. Sesungguhnya, bulan ini akan menjadi saksi bagi siapa yang berbuat kebaikan di dalamnya, dan akan menjadi saksi pula bagi siapa yang berbuat jahat, dan akibat yang baik hanya bagi orang-orang yang bertakwa.

Masyiral muslimin rahimakumullah!
Di bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup dan setan di ikat dengan rantai besi. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. yang artinya, "Jika Ramadhan telah datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu."
Hikmah dari ini adalah agar manusia mempunyai kesiapan dan dorongan untuk menghadap Allah dan bertobat yang sebenarnya kepada-Nya. Karena, sesungguhnya pintu tobat terbuka lebar menunggu orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang kembali, maka adakah orang yang bertobat agar Allah mengampuninya?

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Di dalam Alquran Allah menyebutkan kata tobat sebanyak 82 kali. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya tobat tersebut dan juga sebagai dorongan dan motivasi bagi orang yang bermaksiat agar bertobat.
Allah SWT berfirman yang artinya,
"Dan, orang-orang yang tidak menyembah ilah yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan, adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Al Furqan : 68-70).
Abdullah bin Abbas meriwayatkan sebab turunnya ayat tersebut, bahwa orang-orang musyrik telah membunuh dan memperbanyak pembunuhan, melakukan zina, dan memperbanyak perzinahan, lalu mereka mendatangi Rasulullah Muhammad saw. dan berkata, "Yang kamu katakan dan kamu dakwahkan adalah sungguh baik jika engkau kabarkan kepada kami ada penebus bagi apa yang telah kami perbuat." (Maksudnya adalah adakah penebus dosa dari perbuatan haram yang mereka lakukan itu?). Maka, turunlah ayat di atas sebagai jawaban dari pertanyaan mereka dengan diterimanya tobat mereka, dan masuknya mereka ke dalam Islam dengan tobat yang sebenar-benarnya dan melepas segala bentuk maksiat dan hal-hal yang diharamkan.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Allah SWT telah berfirman yang artinya,
"Hai orang-orang yang beriman bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rab kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebalah kanan mereka, sambil mereka mengatakan, 'Ya Rab kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS At-Tahrim: 8).
Para ulama tauhid menyebutkan bahwa ada beberapa syarat tobatan nasuha (tobat yang sebenar-benarnya), yaitu:
1. Meninggalkan maksiat atau menjauhinya,
2. Menyesal atas apa yang diperbuat dan akibatnya,
3. Berjanji agar tidak mengulanginya lagi.
Syarat ini apabila dosa yang dilakukan hanya berkaitan antara dia dan Allah SWT, adapun bila dosa tersebut berkaitan dengan hak-hak manusia, maka syaratnya ditambah satu lagi yaitu agar menyelesaikan urusannya dengan yang bersangkutan. Jika masalah harta, dia harus mengembalikannya, jika pernah menyakiti, mengadu domba, memfitnah, dll, ia harus meminta maaf dan kerelaan dari yang bersangkutan. Demikian juga para makelar yang curang dalam bisnisnya, maka tidak cukup beristigfar, karena dosanya menyangkut orang lain.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Marilah kita bertobat dengan sebenar-benar tobat, memperbanyak istigfar dan membaca Alquran. Jangan sia-siakan waktu dengan banyak bicara dan membual, karena Rasulullah saw. memperbanyak istigfar. Beliau bersabda yang artinya, "Demi Allah, aku benar-benar beristigfar dan bertobat kepada Allah lebih dari 70 kali dalam sehari." Seorang Rasulullah saw. yang sudah dijamin akan diampuni dosanya, tetapi beliau masih beristigfar lebih dari 70 kali dalam sehari, lalu bagaimana dengan manusia selain dia? Sesungguhnya dia adalah nabi yang mulia yang selalu bersyukur kepada Allah, Zat yang Maha Tinggi lagi Maha Kuasa.
Dari hadits ini dipahami bahwa walaupun manusia keadaannya lurus dan istikamah, ia akan selalu dihadapkan pada kekurangan baik dalam dirinya, ketika bersama keluarganya atau ketika bersama siapa saja yang bergaul dengannya. Maka dari itu, ia sangat membutuhkan untuk beristigfar dan membaca Alquran sebagai ganti dari banyak bicara, membual tentang dunia yang fana, menggibah, mengadu domba, dan membuat keributan untuk orang-orang yang salat di masjid.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Janganlah merasa ringan dengan dosa kalian dan jangan menyangka bahwa kalian adalah orang yang terbebas dari dosa dan kejahatan. Orang mukmin adalah yang menganggap sebuah dosa sangat berat bagaikan gunung. Seperti sabda Rasulullah saw. yang artinya, "Orang mukmin melihat dosanya bagaikan gunung yang ada di atasnya dan ia takut bila gunung tersebut menjatuhinya. Sedangkan orang munafik menganggap dosanya bagaikan seekor lalat yang mengitari hidungnya." Artinya, orang munafik merasa ringan dengan dosa dan kejahatannya, sedangkan menganggap ringan dosa dan kejahatan adalah bukan tanda-tanda kebaikan dan keimanan, akan tetapi merupakan tanda kefasikan kemunafikan, kemaksiatan, kesombongan, dan kedustaan.

Maasyiral muslimin rahimakumullah!
Bergegaslah menuju tobat yang sebenarnya, karena Allah tidak menerima tobat bagi yang sudah sekarat (hampir mati) Allah SWT berfirman yang artinya, "Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana." (QS An-Nisaa': 17-18).
Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba-Nya sebelum sekarat." Yaitu, bagi siapa yang belum dihadapkan pada kematian. Maka, jika manusia belum mengetahui kapan dan di mana kematiannya, hendaknya ia bersegera untuk bertobat. Dan, hendaknya menyatakan tobatnya kepada Allah dengan mengulang-ulangnya terus-menerus. Dalam sebuah hadits diterangkan, "Orang yang bertobat dari dosa seperti orang yang tidak mempunyai dosa."
Berdoalah kalian kepada Allah dengan keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya dan sungguh beruntunglah orang-orang yang beristighfar. Wallahu a'lam.


(sumber : Al-Islam, Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia)

Rabu, 03 September 2008

RISALAH PUASA

9/03/2008 06:08:00 PM Posted by Ady'S No comments
Puasa dalam bahasa arab adalah shaum dan jama`nya adalah shiam. Secara ilmu bahasa, shaum itu berarti al-imsak yang berarti ‘menahan’. Sedangkan menurut istilah syariah, shaum itu berarti : Menahan diri dari makan, minum, hubungan seksual dan hal-hal lain yang membatalkannya sejak subuh hingga terbenam matahari dengan niat ibadah.

A. SYARIAT PUASA
Puasa Ramadhan pertama kali disyariatkan adalah pada tanggal 10 Sya`ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi SAW ke Madinah. Semenjak itulah Rasulullah SAW menjalankan puasa Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak sembilan kali dalam sembilan tahun. Puasa Ramadhan adalah bagian dari rukun Islam yang lima, Oleh karena itu mengingkari kewajiban puasa Ramadhan termasuk mengingkari rukun Islam, yang akan mengakibatkan batalnya ke-Islaman seseorang.

Sesungguhnya kewajiban puasa bukan saja kepada umat Nabi Muhammad SAW, tetapi umat terdahulu pun telah mendapatkan perintah untuk puasa. Meskipun demikian, bentuk dan tatacaranya sedikit berbeda dengan yang diberlakukan oleh Rasulullah SAW. Paling tidak kita mengenal bentuk puasa nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Itu dilakukan sepanjang hayat hingga wafat. Kita juga mengenal bentuk puasa di zaman Nabi Zakaria, dimana puasa itu bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga tidak boleh berbicara.

Kewajiban puasa Ramadhan didasari oleh Al-Quran, As-Sunah dan Ijma`.
1. AL-QURAN: Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa. (QS Al-Baqarah : 183)
2. HADITS: Islam dibangun atas lima, syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji ke baitullah bila mampu. (HR. Bukhari dan Muslim). Dari Thalhah bin Ubaid ra bahwa seseorang datang kepada Nabi SAW dan bertanya,” Ya Rasulullah SAW , katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa ?” Beliau menjawab,”Puasa Ramadhan”. “Apakah ada lagi selain itu ?”. Beliau menjawab, “Tidak, kecuali puasa sunnah”.
3. AL-IJMA`: Secara ijma` seluruh umat Islam sepanjang zaman telah sepakat atas kewajiban puasa Ramadhan bagi tiap-muslim yang memenuhi syarat wajib puasa.

B. PENENTUAN AWAL RAMADHAN
Untuk menentukan awal Ramadhan, ada dua cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW:
1. Dengan melihat bulan (ru`yatul hilal).
Yaitu dengan cara memperhatikan terbitnya bulan di hari ke 29 bulan Sya`ban. Pada sore hari saat matahari terbenam di ufuk barat. Apabila saat itu nampak bulan sabit meski sangat kecil dan hanya dalam waktu yang singkat, maka ditetapkan bahwa mulai malam itu, umat Islam sudah memasuki tanggal 1 bulan Ramadhan. Jadi bulan Sya`ban umurnya hanya 29 hari bukan 30 hari.
2. Menggenapkan umur bulan Sya`ban menjadi 30 hari (Ikmal)
Tetapi bila bulan sabit awal Ramadhan sama sekali tidak terlihat, maka umur bulan Sya`ban ditetapkan menjadi 30 hari dan puasa Ramadhan baru dilaksanakan lusanya. Perintah untuk melakukan ru`yatul hilal dan ikmal ini didasari atas perintah Rasulullah SAW : Puasalah dengan melihat bulan dan berfithr (berlebaran) dengan melihat bulan, bila tidak nampak olehmu, maka sempurnakan hitungan Sya`ban menjadi 30 hari. (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Sedangkan metode penghitungan berdasarkan ilmu hisab dalam menentukan awal Ramadhan tidak termasuk cara yang masyru` karena tidak ada dalil serta isyarat dari Rasulullah SAW untuk menggunakannya. Ini berbeda dengan penentuan waktu shalat dimana Rasulullah SAW tidak memberi perintah secara khusus untuk melihat bayangan matahari atau terbenamnya atau terbitnya atau ada tidaknya mega merah dan seterusnya. Karena tidak ada perintah khusus untuk melakukan rukyat, sehingga penggunaan hisab khusus untuk menetapkan waktu-waktu shalat tidak terlarang dan bisa dibenarkan.

Ada perbedaan pendapat tentang ru`yatul hilal, yaitu apakah bila ada orang yang melihat bulan, maka seluruh dunia wajib mengikutinya atau tidak ? Atau hanya berlaku bagi negeri dimana dia tinggal ? Dalam hal ini para ulama memang berbeda pendapat :
1. Pendapat jumhur ulama
Mereka (jumhur) menetapkan bahwa bila ada satu orang saja yang melihat bulan, maka semua wilayah negeri Islam di dunia ini wajib mengikutinya. Hal ini berdasarkan prinsip wihdatul matholi`, yaitu bahwa mathla` (tempat terbitnya bulan) itu merupakan satu kesatuan di seluruh dunia. Jadi bila ada satu tempat yang melihat bulan, maka seluruh dunia wajib mengikutinya. Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal.
2. Pendapat Imam Syafi`i RA.
Beliau berpendapat bahwa bila ada seorang melihat bulan, maka hukumnya hanya mengikat pada negeri yang dekat saja, sedangkan negeri yang jauh memiliki hukum sendiri. Ini didasarkan pada prinsip ihktilaful matholi` atau beragamnya tempat terbitnya bulan. Ukuran jauh dekatnya adalah 24 farsakh atau 133,057 km. Jadi hukumnya hanya mengikat pada wilayah sekitar jarak itu. Sedangkan diluar jarak tersebut, tidak terikat hukum ruk`yatul hilal. Dasar pendapat ini adalah hadits Kuraib dan hadits Umar, juga qiyas perbedaan waktu shalat pada tiap wilayah dan juga pendekatan logika.

C. SYARAT PUASA
Syarat puasa terbagi menjadi dua macam. Pertama adalah syarat wajib puasa, dimana bila syarat-syarat ini terpenuhi, seeorang menjadi wajib hukumnya untuk berpuasa. Kedua adalah syarat syah puasa, dimana seseorang akan syah puasanya bila memenuhi syarat-syarat itu.

1. Syarat Wajib
Bila salah satu syarat ini tidak terpenuhi pada diri seseorang, maka puasa Ramadhan itu menjadi tidak wajib atas dirinya. Meski kalau dia mau, dia tetap diperbolehkan untuk berpuasa.
a. Baligh
b. Berakal
Orang gila/mabuk tidak wajib puasa bahkan tidak perlu menggantinya atau tidak perlu mengqadha`nya. Kecuali bila melakukan sesuatu secara sengaja yang mengantarkannya kepada kegilaan, maka wajib puasa atau wajib menggantinya.
c. Sehat
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih. Allah SWT berfirman : ...Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu...(QS. Al-Baqarah : 185). Jenis penyakit yang membolehkan seseorang tidak menjalankan kewajiban puasa Ramadhan adalah penyakit yang akan bertambah parah bila berpuasa, atau ditakutkan penyakitnya akan terlambat untuk sembuh.
d. Mampu
Allah hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau sudah jompo dimana secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa, maka mereka tidak diwajibkan puasa. Allah SWT berfirman : Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin...(QS. Al-Baqarah : 184)
e. Tidak dalam perjalanan (bukan musafir)
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tapi wajib atasnya mengqadha` puasanya. Dalam hadits Rasulullam SAW disebutkan : Bahwa Hamzah Al-Aslami berkata,"Ya Rasulallah, Aku kuat tetap berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa ?". Rasulullah SAW menjawab,"Itu adalah keringanan dari Allah Ta`ala, siapa yang berbuka maka baik. Dan siapa yang lebih suka berpuasa maka tidak ada dosa".(HR. Muslim)

2. Syarat Syah
Sedangkan syarat syah adalah syarat yang harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan oleh seseorang itu menjadi syah hukumnya di hapadan Allah SWT.
a. Niat
Bila seseorang berpuasa wajib (Ramadhan, nadzar, atau qadha) tapi lupa atau tidak berniat, maka puasanya tidak syah. Namun bila puasa sunnah, maka niatnya tidak harus sejak terbit fajar, boleh dilakukan di siang hari ketika tidak mendapatkan makanan.
b. Beragama Islam
Bila orang-orang non muslim berpuasa, mereka tidak akan mendapatkan balasan apa-apa dari Allah SWT.
c. Suci dan haidh dan nifas
d. Pada hari yang dibolehkan puasa, yaitu diluar hari-hari yang diharamkan berpuasa sbb:
d.1. Hari Raya Idul Fithri 1 Syawal.
d.2. Hari Raya Idul Adha tanggal 10 ZulHijjah.
d.3. Hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah
d.4. Puasa sehari saja pada hari Jumat, kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lain seperti puasa sunah nabi Daud (sehari berpuasa dan sehari tidak) atau puasa 3 hari di tengah bulan Hijriah.
d.5. Puasa sunnah pada paruh kedua bulan Sya`ban, yaitu mulai tanggal 15 Sya`ban hingga akhir. Namun bila puasa bulan Sya`ban sebulan penuh, justru merupakan sunnah. Sedangkan puasa wajib seperti qadha` puasa Ramadhan wajib dilakukan bila memang hanya tersisa hari-hari itu saja.
d.6. Puasa pada hari Syak, yaitu tanggal 30 Sya`ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat.

D. RUKUN PUASA
Puasa itu mempunyai dua rukun yang tanpa keduanya puasa menjadi tidak berarti.
1. Niat
Niat adalah azam (berketatapan) di dalam hati untuk mengerjakan puasa sebagai bentuk pelaksanaan perintah Allah SWT dan taqarrub (pendekatan diri) kepada-Nya. Untuk puasa wajib, niat harus dialukan sebelum terbit fajar. Sabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang tidak berniat pada malamnya, maka tidak ada puasa untuknya. (HR. Tirmizy). Sedangkan untuk puasa sunnah, niat boleh dilakukan meski telah siang hari asal belum makan, minum atau mengerjakan sesuatu yang membatalkan puasa. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. Dari Aisyah RA. Berkata, Rasulullah SAW datang kepadaku pada suatu hari dan bertanya, “Apakah kamu punya makanan?”. Aku menjawab, ”Tidak”. Beliau lalu berkata,”Kalau begitu aku berpuasa”. (HR Muslim)
2. Imsak (menahan)
Imsak artinya menahan dari makan, minum, hubungan seksual suami istri dan semua hal yang membatalkan puasa, dari sejak fajar hingga terbenamnya matahari. Allah SWT berfirman : ...Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam...(QS. Al-Baqarah : 187) . Yang dimaksud dengan benang putih dan benang hitam adalah putihnya siang dan hitamnya malam.

E. YANG MEMBATALKAN PUASA
1. Makan minum secara sengaja
Termasuk yang membatalkan puasa adalah makan atau minum dengan menyangka bahwa belum terbit fajar padahal sudah terbit, makan atau minum dengan menyangka sudah masuk waktu berbuka padahal ternyata belum, dan bila makan atau minum karena lupa tetapi begitu ingat tidak berhenti dari makan atau minum. Begitu pula apabila seseorang memasukkan benda ke dalam tubuhnya melalui lubang seperti hidung, mulut, mata, telinga secara sengaja, maka batal puasanya.
2. Hubungan seksual
Bila dikerjakan pada saat puasa Ramadhan, maka selain membayar qadha` juga diwajibkan membayar kaffarah. Bentuk kaffarah itu salah satu dari tiga hal:
a. Memerdekakan budak
b. Puasa 2 bulan berturut-turut
c. Memberi makan 60 orang miskin.
3. Sengaja muntah
Bila seseorang melakukan sesuatu yang mengakibatkan muntah, seperti memasukkan jari ke dalam mulut atau membuang lendir dari tenggorokan sehingga muntah, maka akan membatalkan puasanya. Namun bila muntah karena sebab yang tidak bisa ditolak seperti karena masuk angin atau sakit lainnya, maka puasanya tetap syah. Sabda Rasulullah SAW: "Siapa yang menyngaja muntah, wajiblah mengganti (mengqadha`) puasanya".
4. Hilang / berubah niatnya
Ketika seseorang dalam keadaan puasa, lalu terbetik dalam hatinya niat untuk berbuka saat itu juga sehingga niat puasanya menjadi hilang atau berubah, maka puasanya telah batal meskipun saat itu dia belum lagi makan atau minum. Karena niat merupakan rukun puasa.
5. Murtad
Firman Allah SWT: "Bila kamu menyekutukan Allah (murtad), maka Allah akan menghapus amal-amalmu dan kamu pasti jadi orang yang rugi" (QS Az-Zumar )
6. Keluarnya mani secara sengaja
Melakukan onani/masturbasi, atau melihat gambar porno baik media cetak maupun film dan internet, bahkan bila seseorang dalam keadaan puasa lalu berfantasi dan berimajinasi seksual yang mengakibatkan keluarnya mani, maka puasanya batal dengan sendirinya. Termasuk bercumbu antara suami istri yang mengakibatkan keluarnya mani meski tidak melakukan hubungan seksual, maka puasanya batal meski tidak sampai wajib membayar kaffarah. Tetapi bila keluar mani dengan sendirinya seperti bermimpi, maka puasanya tidak batal, karena bukan disengaja atau bukan kehendaknya.
7. Mendapat Haidh atau Nifas
Wanita yang sedang berpuasa lalu tiba-tiba mendapat haidh, maka otomatis puasanya batal.

F. YANG TIDAK MEMBATALKAN PUASA
1. Makan dan minum karena lupa
Sabda Rasulullah SAW :Dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Siapa yang berpuasa lalu makan dan minum karena lupa, maka teruskan puasanya. Sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (HR Jamaah).
2. Keluar mani dengan sendirinya
Bila pada saat puasa seseorang tidur dan dalam tidurnya itu dia bermimpi yang mengakibatkan keluarnya mani, maka hal itu tidak membatalkan puasanya.
3. Memakai celak mata
4. Berbekam
Berbekam atau hijamah adalah salah satu bentuk pengobatan dimana seseorang diambil darahnya untuk dikeluarkan penyakit. Metode ini dikenal di negeri Arab dan beberapa negeri lainnya. Dari Ibni Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW pernah berbekam dalam keadaan ihram dan pernah pula berbekam dalam keadaan puasa.(HR. Bukhari dan Ahmad)
5. Bersiwak
Bersiwak atau membersihkan gigi tidak membatalkan puasa. Namun menurut Imam Asy-Syafi`i, bersiwak hukumnya makruh bila telah melwati waktu zhuhur hingga sore hari. Alasan yang dikemukakan beliau adalah hadits Nabi yang menyebutkan : Bau mulut orang yang puasa lebih harum di sisi Allah dari aroma kesturi. Sedangkan bersiwak atau menggosok gigi akan menghilangkan bau mulut. Namun bila bau mulut mengganggu seperti habis makan makanan berbau, maka sebaiknya bersiwak.
6. Kumur dan istinsyak
Kumur adalah memasukkan air ke dalam mulut untuk dibuang kembali. Sedangkan istinsyak adalah memasukkan air ke dalam lubang hidung untuk dibuang kembali. Keduanya boleh dilakukan saat puasa meski bukan untuk keperluan berwudhu`. Namun harus dijaga jangan sampai tertelan atau masuk ke dalam tubuh, karena akan membatalkan puasa.
7. Mandi dan berenang
Mandi, berenang atau memakai pakaian yang dibasahi agar dingin tidak membatalkan puasa, sepanjang tidak ada air yang masuk ke dalam tubuh. Begitu juga mengorek kuping atau memasukkan batang pembersih ke dalam telinga.
8. Kemasukan asap atau debu
9. Copot gigi, telinga kemasukan air
Orang yang copot giginya tanpa sengaja dan kemasukan air di telinga tidak batal puasanya.
10. Janabah dan bercumbu
Jatuhnya seseorang kepada kondisi janabah tidak membatalkan puasanya, kecuali bila sengaja. Karena itu bila mimpi basah di siang hari bulan ramadhan dan tetap dalam keadaan junub hingga siang hari, tidak membatalkan puasa. Bercumbu dengan istri tidak membatalkan puasa selama tidak sampai keluar mani. Begitu juga menciumnya atau memeluknya tidak membatalkan puasa.
11. Suntik
Dalam kondisi sakit, terkadang pasien harus disuntik dengan obat, maka suntikan obat itu tidak membatalkan puasa. Berbeda dengan infus, maka infus membatalkan puasa karena hakikat infus adalah memasukkan makanan ke dalam tubuh.
12. Menghirup aroma wangi

Sebarkan tulisan ini ke saudara-saudara kita, mudah-mudahan bermanfaat...




(sumber : Risalah Puasa@syariahonline)

Khutbah Rasulullah saw yang Mulia dalam Menyambut Bulan Ramadhan yang Penuh Berkah

9/03/2008 06:06:00 PM Posted by Ady'S No comments
Wahai manusia, sungguh telah datang pada kalian bulan ALLAH
dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah.
Bulan yang paling mulia disisi ALLAH.

Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama.
Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama.
Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.
Inilah bulan ketika kamu diundang menjadi tetamu ALLAH dan dimuliakan oleh-NYA.

Di bulan ini nafas-nafasmu menjadi tasbih, tidurmu ibadah, amal-amalmu diterima dan doa-doamu diijabah.

Bermohonlah kepada ALLAH Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar ALLAH
membimbingmu untuk melakukan shiyam dan membaca Kitab-Nya.
Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan ALLAH di bulan yang agung ini.

Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu kelaparan dan kehausan di Hari Kiamat.
Bersedekahlah kepada kaum fuqara dan masakin.

Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambungkanlah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu,
tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya dan pendengaranmu
dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.

Kasihilah anak-anak yatim, niscaya dikasihi manusia anak-anak yatimmu.
Bertaubatlah kepada ALLAH dari dosa-dosamu.
Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu karena itulah
saat-saat yang paling utama ketika ALLAH Azza wa Jalla
memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih.

Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya,
menyambut mereka ketika mereka memanggil-Nya dan
mengabulkan doa mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Wahai manusia, sesungguhnya diri-dirimu tergadai karena amal-amalmu,
maka bebaskanlah dengan istighfar.
Punggung-punggungmu berat karena beban (dosa) mu,
Maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.

Ketahuilah ALLAH ta'ala bersumpah dengan segala kebesaran-Nya bahwa Dia
tidak akan mengazab orang-orang yang shalat dan sujud,
dan tidak akan mengancam mereka dengan neraka pada hari manusia
berdiri di hadapan Rabb al-alamin.

Wahai manusia,
barang siapa di antaramu memberi buka kepada orang-orang mukmin yang berpuasa di bulan ini,
maka di sisi ALLAH nilainya sama dengan membebaskan
seorang budak dan dia diberi ampunan atas dosa-dosa yang lalu.

Sahabat-sahabat lain bertanya,
Ya Rasulullah, tidaklah kami semua mampu berbuat demikian.
Rasulullah meneruskan :

Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma.
Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan seteguk air.

Wahai manusia, siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil
melewati sirathol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir.
Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya
(pegawai atau pembantu) di bulan ini,
ALLAH akan meringankan pemeriksaan-Nya di Hari Kiamat.

Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini,
ALLAH akan Menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini,
ALLAH akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini,
ALLAH akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini,
ALLAH akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.

Barangsiapa melakukan shalat sunat di bulan ini,
ALLAH akan menuliskan baginya kebebasan dari api neraka.

Barangsiapa melakukan shalat fardu baginya ganjaran seperti
Melakukan 70 shalat fardu di bulan lain.

Barangsiapa memperbanyak shalawat kepadaku di bulan ini,
ALLAH akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan.

Barangsiapa di bulan ini membaca satu ayat Al-Quran,
ganjarannya sama seperti mengkhatam Al-Quran pada bulan-bulan yang lain.

Wahai manusia, sesungguhnya pintu-pintu surga dibukakan bagimu,
maka mintalah kepada Tuhanmu agar tidak pernah menutupkannya bagimu.
Pintu-pintu neraka tertutup, maka mohonlah kepada Rabbmu untuk tidak Akan pernah dibukakan bagimu.
Setan-setan terbelenggu, maka mintalah agar ia tak lagi pernah menguasaimu.

Amirul mukminin berkata, Aku berdiri dan berkata:
Ya Rasulullah saw, Apa amal yang paling utama di bulan ini?
Jawab Nabi saw :
Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan ALLAH.







(sumber : H.Effi.J - DKECSTOPSELE, Junaidi EFFI@totalfinaelf.com)

Selasa, 02 September 2008

MARHABAN YA RAMADHAN

9/02/2008 05:36:00 PM Posted by Ady'S No comments
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan (maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari), Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.
(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (QS. Albaqoroh : 183-185)

Marhaban ya Ramadhan, marhaban ya syahrash shiyam. Selamat datang bulan Ramadhan, selamat datang bulan puasa.

Itulah ungkapan kegembiraan, kerinduan hamba-hamba Allah yang beriman. Sebelas bulan lamanya bulan ini dinanti-nantikan dan itu cukup lama. Rasulullah SAW mengajarkan do’a bagi mereka yang merindukan Ramadhan, “Allahumma baariklanaa fii rajab wa sya’ban wa balighnaa ramadhan.” (Ya Allah, berkahilah Kami di bulan Rajab dan di bulan Sya’ban, dan panjangkanlah umur kami hingga bulan Ramadhan).

Ramadhan berasal dari kata romadho – romdhon, yang berarti “pembakaran”. Sesuatu yang dibakar biasanya hal-hal yang tidak bermanfaat atau kurang manfaatnya, seperti sampah atau rongsokan. Dibakar untuk dibersihkan. Kalaupun yang dibakar itu bermanfaat, tentu untuk lebih besar manfaatnya. Besi dibakar untuk menjadi gergaji, palu, pisau, dan sebagainya. Kalau proses pembakarannya memakan waktu yang lama plus dengan ilmunya, lahirlah teknologi-teknologi canggih: motor, mobil, pesawat, dan sebagainya. Demikian halnya dengan bulan Ramadhan, di-Ramadhan-kan oleh Allah agar hamba-hamba Allah yang beriman memiliki pribadi yang canggih, yaitu hamba-hamba Allah yang bertaqwa.

Diantara yang di-Ramadhan-kan oleh Allah dari hamba-hamba yang beriman adalah :
1. Dosa Vertikalistik/Dosa Hablum minallah.
Dosa kepada Allah, seperti sombong, riya, sum’ah, uzub, dan banyak keluh kesah terhadap takdir. Tampaknya sulit bagi kita untuk tidak melakukan kesalahan dalam 11 bulan, apalagi dalam hidup ini, dan itu fitrah. Karena manusia tempat salah dan dosa.

Rasulullah SAW bersabda: “Setiap Bani Adam pasti berdosa, dan sebaik-baiknya yang pasti berdosa ia bertaubat.” (HR Muttafaqun ‘Alaihi).

Lagipula orang yang bertaqwa bukanlah orang yang tidak pernah salah. Dia pernah salah tetapi segera memperbaiki diri dan tidak lagi mengulagi kesalahannya.

Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 135 yang artinya :
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri*), mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.”
*) Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba.
Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.

Di sinilah rahmat Allah, dengan di-Ramadhan-kan oleh Allah dibersihkan dosa-dosa kita kepada Allah. Terima kasih ya Allah, untung Engkau wajibkan kami shaum di bulan Ramadhan ini. Kalau tidak, kami tidak tahu cara membersihkan dosa kami.

Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang melaksanakan shaum karena kecintaannya kepada Allah dan keinginan kuatnya memperbaiki diri, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya yang lalu dan akan datang.” (HR. Al Khotib dari Ibnu Abbas, lihat Fathul Kabier hadits 6201).

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang menghidupkan ibadah (qiyamul lail, tadabur Quran, sedekah, membukakan puasa, dan sebagainya) karena iman dan sungguh-sungguh, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya yang lalu dan akan datang.”


2. Dosa Horizontalistik/Dosa Antarkita
Dibakarnya dosa antarkita menuju fitrah sosial (ukhuwwah imaniyyah). Bulan kebersamaan hamba-hamba Allah yang beriman serentak secara massal di bulan Ramadhan di seluruh dunia melaksanakan ibadah shaum. Ini tarbiyah robbanii yang sangat luar biasa, dan ini menjadi keistimewaan ibadah shaum Ramadhan. Disahurkan kita bersama keluarga, dimesrakan, dirukunkan dengan sahur. Sahur itu berkah, dan itu jarang terjadi makan bersama keluarga menjelang subuh. Ditarawihkan, dimushollakan, dimasjidkan, dijama’ahkan, dipersaudarakan kembali kita berkumpul dengan kawan dan tetangga.

3. Di-Ramadhan-kan darah daging yang mengalir yang tumbuh darinya sesuatu yang haram zatnya, seperti : anjing, babi, alkohol, atau haram cara mencarinya : korupsi, menerima sogokan, menipu, atau hak Allah tidak ditunaikan, tidak mau berzakat. Tampaknya sulit bagi kita untuk tidak melakukan tidak sengaja apalagi sampai sengaja. Subhanallah, inilah bulan taubat, bulan pembakaran, dengan shaum Ramadhan 30 hari maksimal, sangat efektif membakar darah daging yang haram.

Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan masuk surga darah yang mengalir atau daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram.” (HR. Abu Hatim dari Ibnu Abbas). Bahkan darah daging yang haram itu akan menjadi majras syaithan (the room of satanic).

4. Dibakar sifat-sifat tidak terpuji (al akhlaqul mazmumah), sifat-sifat tidak terpuji bersumber dari perut (materialisme) dan di bawah perut (hedonisme). Itulah yang dikendalikan oleh shaum Ramadhan, makan minum (perut), seks (di bawah perut).

Bila kita tidak mau mengendalikannya, maka kita akan menjadi seperti hewan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al A’raf ayat 176 yang artinya :
“Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.”


Subhanallah, terima kasih ya Allah, Engkau telah Ramadhan-kan kami, sehingga kami dapat memperbaiki diri kami menjadi hamba-Mu yang bertaqwa. Alhamdulillaah.









(Tausiyah dari Ustadz Jefri Albukhari yang dimuat harian TP tgl. 1 Desember 2008)

About Me

Foto Saya
Ady'S
Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi...
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.