Rasakan... Kita di lingkaran... "...Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi..."

Senin, 08 September 2008

Makna Ramadhan

9/08/2008 03:48:00 PM Posted by Ady'S No comments
Ramadhan pada awal sejarahnya disebut bulan “musim panas”, sebab pada masa pra-Islam kalender yang berlaku mengikuti sistem qamariah (perjalanan bulan), akan tetapi nama-nama bulannya mengikuti keadaan musim (peredaran matahari) dan kondisi yang terjadi di semenanjung Arabia. Sehingga setelah melewati kurun waktu tertentu, Ramadhan tidak jatuh pada titik musimnya lagi. Hikmahnya penduduk Muslim di berbagai belahan dunia mengalami puasa dengan pergiliran musim yang berbeda.
Ramadhan, secara harfiah berasal dari kata “ramadha”, artinya “membakar”. Dinamakan demikian, karena pada masa lalu cuaca di bulan itu sangatlah panasnya, sehingga apabila orang berjalan di tengah gurun pasir tanpa alas kaki, kakinya bisa hangus terbakar. Ramadhan dimaknai “membakar”, juga mengacu kepada pahala orang yang melaksanakan puasanya dengan benar, berarti telah membakar dosa-dosanya yang sudah lewat.
“Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan ihtisab, niscaya diampuni Allah segala dosa-dosanya yang terdahulu”. (HR. Muttafaq `alaih)

Makna Puasa dan Shaum
Puasa berasal dari bahasa Sansekerta “pasa”, artinya “pantang makan-minum”, yang kemudian masuk ke dalam bahasa Jawa menjadi “poso”. Dalam bahasa Melayu padanannya ialah “bertarak”. Sedangkan di dalam ajaran Islam “shaum”, secara etimologis artinya “menahan diri”. Menurut terminologis, shaum bermakna “menahan diri dari yang dilarang oleh syara`, seperti makan, minum dan hubungan suami istri, sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari”.
Hujjatul Islam Al Ghazali membagi puasa ke dalam 3 (tiga) tingkatan :
1. Puasa Umum.
Puasa sekedar menahan lapar, haus dan hubungan seks di waktu yang terlarang oleh syara’.
2. Puasa Khusus.
Puasa disamping menahan lapar, haus dan hubungan seks; juga menahan diri dari dosa-dosa kecil, seperti: gosip, berbohong, bertengkar, bicara kotor dll.
3. Puasa Prima.
Selain menahan lapar, haus, seks dan dosa-dosa kecil; juga menjaga hati nurani dari segala dosa-dosa tersembunyi atau tersamar; seperti: iri, dengki, ambisi, dendam, stres dll.
Dari ketiga level puasa tersebut, level pertama relatif mudah dilalui. Level ke-2 cukup sulit ditempuh, karena itu jarang orang yang lulus. Apalagi level ke-3 paling berat sekali menjalaninya. Justru tingkatan yang terakhir itulah hakikat puasa sebenarnya, puasa para nabi, aulia dan orang-orang yang mendapat pencerahan (ulil albab).

Sejarah Perintah Puasa
Dalam sejarah Islam, perintah puasa turun pada bulan Sya’ban 2 H, realisasinya baru pada bulan berikutnya, yaitu Ramadhan 2 H. Kaum Muslimin di masa Rasulullah SAW menyambut Ramadhan yang pertama itu bukan saja sebagai bulan amal dan ibadah secara khusus, tetapi juga sebagai bulan jihad, yaitu perang Badar (17 Ramadhan 2 H) - perang fisik perdana dalam tarikh menghadapi kaum musyrik Quraisy yang dimenangkan kaum Muslimin - dan juga perang mental menghadapi godaan nafsu yang tidak pernah mengenal puas.
Nabi SAW semasa hidupnya mengalami sembilan kali Ramadhan, enam kali diantaranya berpuasa 29 hari, tiga kali lainnya 30 hari (Atsar Ibnu Mas'ud dan `Aisyah).
Dari sembilan kali Ramadhan itu atau sembilan kali Lebaran (2 H – 11 H), Nabi hanya sekali mengalami Idul Fitri jatuh bersamaan dengan hari Jum’at, 1 Syawwal 3 H (berarti berkumpulnya dua hari raya), sehingga beliau memberikan rukhshah (dispensasi) bagi kaum Muslimin yang sudah menunaikan sholat Id dan tinggalnya jauh dari lokasi mesjid, tidak usah lagi sholat Jum’at melainkan sholat Zhuhur sebagaimana hari biasa. Tetapi untuk beliau pribadi karena berkedudukan di mesjid Nabawi tetap memilih mendirikan ibadah Jum`at . (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah)
Fakta-fakta sejarah di atas dibuktikan dengan hisab astronomi oleh Teuku Djamaluddin, peneliti matahari dan lingkungan antariksa LAPAN, Bandung.

Dalil Wajib Puasa
Perintah wajib puasa di gariskan dalam Al Qur’an :
“Hai orang-orang beriman diwajibkan atasmu berpuasa, sebagaimana yang telah diwajibkankan bagi generasi sebelummu agar kamu bertakwa”. (QS. Al Baqarah 183)

Seiring dengan Rukun Islam yang keempat menurut Hadist Nabi :
“Islam ialah anda mengikrarkan dua kalimah syahadat, mendirikan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke baitullah apabila anda mampu”. (HR. Muslim dari Ibnu Umar).

Segitiga Puasa
I. Hukum Puasa Sekitar Musim Shiyam
1. Puasa sunnah.
Puasa Sya’ban (pra-Ramadhan) dan puasa Syawwal (pasca-Ramadhan).
2. Puasa wajib.
Puasa Ramadhan.
3. Puasa haram.
Puasa 1 Syawwal (Idul Fithri).

II. Musim Shiyam (Puasa) Sebetulnya Berlangsung Selama 3 Bulan, yaitu :
1. Pra-Ramadhan.
Sya’ban adalah bulan ‘pemanasan’ (warming up) puasa, sebagai persiapan dini menghadapi puasa sesungguhnya. Karena Rasulullah SAW pada bulan ini memperbanyak puasa sunnah (lihat hadist Al Bukhari – Muslim).
2. Ramadhan.
Ramadhan adalah bulan kewajiban puasa seutuhnya (grand fasting). Puasa yang baik dan benar merupakan wahana pembakaran dosa.
3. Pasca Ramadhan.
Syawal adalah bulan ‘pendinginan’ (cooling down) dengan melakukan puasa sunnah 6 hari, baik berturut-turut ataupun berseling. Syawwal arti harfiahnya “meningkat”. Insyaallah tubuh makin fit dan ibadah kian meningkat. Hakikatnya Syawwal merupakan bulan ‘peningkatan’ iman dan takwa setelah sebulan dibina lewat Ramadhan.

III. Meskipun Hadistnya Lemah, Bulan Ramadhan terdiri dari 3 Periode,
setiap periode adalah 10 hari :
1. 1 – 10 Ramadhan : Periode kasih sayang.
2. 11 – 20 Ramadhan : Periode pengampunan.
3. 21 – 30 Ramadhan : Periode pembebasan dari api neraka.

IV. Mengikuti Atsar Sayyidina ‘Ali r.a. tentang Manajemen Perut :
1. 1/3 berisi makanan.
2. 1/3 berisi air.
3. 1/3 berisi udara nafas.

Puasa secara Islami
Umat-umat terdahulu, baik Muslim maupun bukan Muslim (Kristen, Yahudi, Hindu, Buddha dan lain-lain) sudah membudayakan puasa dengan berbagai cara serta tujuannya. Dalam ajaran Islam, niat puasa dalam rangka mencari keridhoan Allah semata dan menuju peningkatan kualitas ketakwaan kepada Nya. Karena itu ciri yang membedakan puasa antara orang-orang Muslim dengan non Muslim terletak pada niatnya, tidak menyiksa diri dan adanya sarana makan sahur (HR. Muslim dari `Amr bin `Ash).
“Sahurlah anda, karena pada makan sahur ada berkahnya”. (HR. Al Bukhari - Muslim dari Anas)

Ada juga orang berpuasa untuk pengobatan penyakit-penyakit tertentu dan dalam upaya menjalani program diet, tetapi hal itu hanyalah aspek dari puasa. Ahli kedokteran non Muslim dari Amerika Dr. Alexis Caeryl yang pernah memenangkan hadiah Nobel kedokteran, menyatakan “Aspek puasa sangat efektif untuk menjaga kesehatan fisik dan keseimbangan jiwa”.
“Puasalah niscaya anda sehat”, demikian kata Nabi.
Namun memang ada ekses puasa lantaran tidak ada asupan nutrisi, berkurangnya kalori dalam tubuh lalu berakibat lemahnya enerji, naiknya asam lambung menimbulkan nyeri (maag). Ekses lain dari berkurangnya suplai air ke dalam tubuh akan mengganggu kerja ginjal. Rasa tidak enak pada umumnya bagi orang berpuasa ialah bau mulut yang akan mempengaruhi penampilan para komunikator bagian receptionist, presenter, tenaga pengajar, pemandu wisata dan lain-lain. Itulah ujian fisik sebagai indikator keimanan seseorang yang menjalani puasa.
Berdasarkan hasil survei, kendala fisik demikian terjadi, pertama karena kurang mantapnya memasang niat atau motivasi puasa sebagai ibadah; kedua cara berpuasanya tidak sesuai dengan sunnah sebagaimana kiat Nabi SAW berpuasa. Kini industri farmasi telah mengeluarkan produk obat kumur yang tahan 14 jam mengatasi bau mulut, meskipun ada hadist yang menyebutkan :
“Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada parfum”.

Mengapa kewajiban puasa cuma ditujukan kepada orang-orang beriman? Karena tujuan hakiki puasa ialah agar orang-orang beriman itu menjadi insan yang takwa. Orang bertakwa insyaallah mendapat ridho Allah SWT. Takwa (taqwa), secara harfiah artinya “memelihara”, secara istilah “memelihara diri dengan konsekwensi logis melaksanakan segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya”, baik hukum-Nya yang tertulis (Al Qur’an), maupun hukum-Nya yang tak tertulis (kauniah) yang terbentang di alam raya ini.

Nilai Ibadah Puasa
Menurut Dr.Yusuf Al Qardhawi dalam bukunya Al `Ibadah fil Islam, ada 7 nilai ibadah puasa :
1. Menyatukan pendirian selalu berpihak kepada Allah semata.
2. Mengajarkan kesabaran.
3. Menuntun sifat santun.
4. Mengasah kepekaan sosial.
5. Menyehatkan jasmani.
6. Menguatkan ruhani.
7. Membangkitkan semangat juang.
Dunia modern melahirkan beberapa tokoh yang punya prinsip, keberanian dan kecerdasan berkat laku puasa yang sudah menjadi bagian (budaya) dari hidupnya. Contohnya : Mahatma Gandhi (pemimpin spiritual Hindu-India yang sangat menghormati Nabi Muhammad), Khomeini (pemimpin Revolusi Islam Iran), BJ Habibie (mantan Ketua ICMI dan Presiden RI, yang aktif puasa “Senin-Kamis”), kemudian Amien Rais (yang disebut-sebut sebagai Bapak “Reformasi” yang gemar puasa “Nabi Daud”). Sejarah juga membuktikan banyak peperangan yang dimenangkan kaum Muslimin, justru terjadi di bulan Ramadhan; diantaranya perang Badar (2 H/ 623) dan pembebasan Makkah (9 H/630 M) yang dipimpin langsung Rasulullah SAW, didirikannya kota Jakarta (933 H/1527 M) oleh Fatahillah, proklamasi kemerdekaan RI (1364 H/ 1945 M) serta kemenangan Mesir merebut kembali Sinai dari tangan Israel (1393 H/ 1973 M). Berita terakhir, serangan gerilyawan Irak atas tentara pendudukan AS, justru tiga kali lebih gencar lagi efektif pada bulan Ramadhan (1424 H/2003 M).

Hasil Guna Puasa
Ramadhan tidak sebatas puasa di siang hari, tapi berkelindan dengan ibadah lainnya seperti qiyamu ramadhan (Tarawih), tadarrus Al Qur’an, i`tikaf di mesjid dan kepedulian sosial bagi kaum dhu`afa (ekonomi lemah) dan mustadh`afin (tertindas). Ramadhan bulan ampunan, bulan mengasah jatidiri dengan olah kebajikan, membelenggu perilaku setan. Maka untuk efektifitas puasa, di samping melaksanakan ibadah secara intensif dan meninggalkan semua perbuatan yang terang terlarang, juga menghindari segala kegemaran yang tersamar semisal main kartu, menonton film erotis, ngerumpi dan kebiasan yang dapat menurunkan nilai ibadah puasa. Dengan puasa kita bisa merasakan sebagian penderitaan orang lain.
Bersyukurlah bagi kita yang dapat menikmati puasa dalam kondisi normal, aman dan damai. Nilai tawakal kita patut acungkan kepada kaum Muslim yang keadaan musimnya sangat berbeda dengan negeri kita, di belahan utara atau selatan bumi; dimana siangnya jauh lebih panjang (sekitar 20 jam) daripada malamnya. Juga keberadaan ikhwan-ikhwan kita di daerah konflik, di Aceh, Afghanistan, Chesnia, Palestina dan Irak; betapa sulitnya mereka mengatur waktu dan mencari makan serta berpuasa ditengah medan peperangan demikian mencekam.
Kita bukan saja menghormati orang yang berpuasa, tetapi kita juga dididik untuk menghargai mereka yang tidak berpuasa lantaran kondisi-kondisi tertentu yang mungkin tidak kita rasa-rasakan, seperti para pekerja kasar pelabuhan, buruh bangunan/ proyek jalan raya, tukang beca, penarik gerobak dan lainnya. Mereka barangkali ingin berpuasa seperti saudara-saudara kita yang lainnya, tetapi kondisi lemah ekonomi dan juga lemah syari`ah membuat mereka “tertinggal”. Jangankan membayar hutang puasa, bahkan mereka tak mampu membayar fidyah, karena untuk kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup. Adakah kita terpanggil untuk menyelamatkan ‘aqidah mereka?, agar kefakiran mereka tidak jatuh ke dalam kekafiran.
Kita juga pantas menghormati sopir-sopir bis antar kota/provinsi, karyawan shift malam dan para petugas jaga malam yang tidak sempat mengikuti sholat berjamaah tarawih dan i’tikaf. Akankah mereka kehilangan momentum Ramadhan, istimewanya Lailatul Qadar? Allahu a`lam bis shawwab !
Apabila kita menjalankan puasa dengan baik dan benar, insyaallah ibadah kita selamat bahkan meningkat. Demikian juga badan kita tetap sehat, sebelum, selama dan sesudah Ramadhan, bahkan makin kuat.
Selamat berpuasa, semoga Allah SWT memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kita sekalian agar dapat menunaikan ibadah Ramadhan 1425 H ini dengan berhasil guna menaikkan ketakwaan kita sehingga dapat dijelmakan ke dalam hari-hari panjang 11 bulan berikutnya!
Semoga kita dapat mengangkat puasa ritual ini menjadi puasa sosial yang meredam konflik horizontal di antara umat dan puasa aktual yang mempunyai nilai tambah kinerja kita.


(sumber: Lembar Masjid Hikmah El Bitrul, dengan rujukan :
Al Qur’an dan Terjemahnya, Depag; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim;
Al `Ibadah fil Islam, Dr. Yusuf Al Qardhawi;
Nilai-nilai Ibadah Puasa, KH.M.Yunan Nasution;
Almanak Alam Islami, Drs.Rahmat Taufiq Hidayat dkk)

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Ady'S
Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi...
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.