Rasakan... Kita di lingkaran... "...Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi..."

Kamis, 10 September 2009

“Rida terhadap Takdir Allah”

9/10/2009 02:42:00 AM Posted by Ady'S No comments


 

Setiap kali ketentuan Allah berlaku, ada orang yang rida, ada yang benci, ada yang sabar, dan ada pula yang putus asa. Orang yang berfikir seharusnya berserah diri dan rida dengan ketentuan Allah itu, sehingga dia bisa mendapatkan pahala. Jika dia tidak rida dan benci terhadap ketentuan dari Allah, maka dia akan berakhir pada akhir yang tidak terpuji. Ini sebagaimana firman Allah, "Tidaklah seseorang ditimpa musibah, melainkan dengan izin Allah. Siapa saja yang beriman, maka Dia kan menunjuki hatinya," (QS At-Taghabun [64]: 11).

Alqamah berkata, "Jika seseorang ditimpa musibah, kemudian dia mengetahui itu datangnya dari Allah, maka dia seharusnya pasrah dan rida dengan musibah itu." Ali bin Abi Thalib suatu kali melihat Adi bin Hatim yang sedang berduka. "Adi, sayat meliha kamu sedang berduka dan bersedih," kata Ali. Adi menjawab, "Bagaimana saya tidak bersedih, kedua anak saya dibunuh dan kedua mata saya dicukil?" Ali berkata, "Siapa yang rida dengan ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya, akan mendapat pahala. Siapa yang tidak rida terhadap qadha Allah yang berlaku atas dirinya, akan terhapus amalnya." 

Beberapa waktu setelah anaknya meninggal, Ibn Al-Mubarak bertemu dengan seorang Majusi yang memberinya semangat. Orang Majusi itu berkata, "Seharusnya orang cerdas itu melakukan apa yang dilakukan oleh orang bodoh pada lima hari yang akan datang." Mendengar itu, Ibnu Mubarak berkata kepada orang yang ada di sekitarnya, "Camkan kata-kata bijak ini!"

Abdul Wahid bin Zaid berkata, "Rida itu pintu bagi Allah Yang Maha Besar, surga dunia, dan tempat kedamaian bagi para hamba." Seorang Arab terbangun pada suatu pagi. Dia melihat unta miliknya banyak yang mati. Kemudian dia berkata: "Oh... tidak. Demi Tuhan, kalaulah bukan karena perasaan gembira musuh-musuh yang dendam, saya tentu tidak akan gembira dengan cobaan yang saya alami ini. Sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah pasti terjadi." 

Allah tidak menakdirkan suatu musibah kepada seorang hamba untuk menghancurkan atau mengazabnya. Allah justru menakdirkan musibah terhadap seorang hamba untuk menguji kesabarannya, keridaannya; untuk mendengarkan kerendahan dirinya dan doanya; agar Dia melihat hamba mendatangi-Nya dengan hati yang remuk redam. Siapa saja yang sepakat dengan ketentuan Allah ini, akan beruntung. Siapa saja yang mencela ketentuan Allah ini, akan merugi.

Ini sebagaimana firman Allah Swt., "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia baik bagimu. Boleh jadi kamu mengasihi sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui," (QS Al-Baqarah [2]: 216).

Umar bin Al-Khaththab berkata, "Saya tidak memedulikan terjadi itu sesuatu yang saya sukai atau tidak saya sukai. Karena saya tidak tahu apakah kebaikan itu pada apa yang saya sukai atau pada apa yang tidak saya sukai." Al-Hasan berkata, "Janganlah kamu membenci cobaan dan kesusahan yang terjadi. Barangkali perkara yang kamu benci itu justru terdapat keberuntunganmu, sementara sesuatu yang kamu sukai justru menjadi penyebab kehancuranmu." Seorang laki-laki melihat luka bernanah di kaki Muhammad bin Wasi', lalu dia berkata, "Saya merasa jijik kepadamu dengan luka bernanah ini." Muhammad bin Wasi' berkata, "Saya sangat bersyukur semenjak adanya luka ini, karena ia tidak keluar dari kedua mata saya." 

Salah satu syarat rida bukan tidak merasakan musibah sebagai sesuatu yang menyakitkan, tetapi syarat rida adalah tidak menentang ketetapan itu dan tidak pula membencinya. Seseorang perlu mengetahui bahwa ridanya terhadap apa pun akan menghasilkan keridaan Tuhan. Jika keridaannya sedikit terhadap rezeki, maka keridaan Tuhan juga akan sedikit terhadap amalnya. Kebencian adalah pangkal kesusahan, kesulitan, dan kesedihan. Kebencian juga menghancurkan hati dan melemahkan kesabaran. Kebencian akan membuat buruk keadaan dan menimbulkan prasangka buruk kepada Allah. Sebaliknya, rida akan membersihkan semua perasaan itu, dan membukakan pintu sarga dunia sebelum surga akhirat.

Keridaan terhadap ketentuan Allah akan melahirkan kedamaian yang tidak terpengaruh terhadap musibah. Apabila kedamaian telah tumbuh, maka dia akan istiqamah, kondisinya akan baik, dan kesabarannya pun akan baik pula. Kebencian akan menjauhkannya dari kedamaian, baik kebencian itu sedikit maupun banyak. 

Apabila kedamaian telah jauh darinya, maka kebahagiaan, kenyamanan, ketenangan, kelapangan, dan kebaikan hidup pun akan jauh. Nikmat Allah yang paling besar terhadap hambanya adalah kedamaian dan ketentraman. Faktor yang menyebabkan munculnya rasa itu adalah keridaan dalam segala kondisi.

Pada suatu hari, Wahib bin Al-Wardi, Sufyan Ats-Tsauri, dan Yusuf bin Asbath berkumpul. Sufyan Ats-Tsauri berkata, "Dahulu, saya benci kematian tiba-tiba sebelum hari ini. Sekarang, saya menginginkan kematian." Yusuf pun bertanya, "Kenapa?" Sufyan Ats-Tsuri pun berkata, "Ketika itu saya takut akan ujian." Yusuf berkata, "Saya justru tidak pernah benci akan kematian." "Kenapa?" tanya Sufyan. Yusuf menjawab, "Saya berharap semoga tiba-tiba suatu hari saya bertobat dan beramal saleh." Lalu, Wahib ditanya, "Apa pendapat Anda soal ini?" Dia menjawab, "Saya tidak memilih apa pun. Saya mencintai apa yang dicintai Allah bagi saya." Kemudian Sufyan Ats-Tsauri mencium bagian di antara dua matanya, "Ini pasti berasal dari kedalaman hati," katanya.


 

(Sumber : KampusIslam.com; Cakrawala Ilmu Pengetahuan dan Dunia Islam)

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Ady'S
Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi...
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.