Rasakan... Kita di lingkaran... "...Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi..."

Kamis, 09 Oktober 2008

Kopi Pagi (Pikiran, Tangan dan Kaki) part.1

10/09/2008 07:18:00 AM Posted by Ady'S No comments
Membaca berita halaman muka pada salah satu harian terbitan kota ini, judulnya : “Dari Razia Rutin Tim Yustisi; Taktik Pura-pura Lumpuh Ali Berakhir”, apakah yang akan terpikirkan oleh kita?
Ali (25), adalah satu di antara pengemis yang memilih mempraktekkan taktik pura-pura lumpuh ini. Tapi sayang, tipu muslihatnya tak bertahan lama karena Senin (6/10) pagi, ia tertangkap Tim Yustisi Pemkot saat sedang mengemis di jembatan penyeberangan depan Ramayana Jalan Sudirman.
Ali awalnya bersikukuh kalau ia memang benar-benar lumpuh dan tidak bisa berjalan. Namun, setelah dipaksa petugas, lelaki ini bisa berjalan seperti biasa. “Saya memang sudah 3 tahun di sini, tapi baru sekali ini mengemis, bang. Saya kan kehabisan uang, jadi untuk ongkos pulang saya terpaksa mengemis,” katanya sambil mengeluarkan uang hasil mengemisnya senilai Rp 16.500.
Sebelum Ali, Tim Yustisi pada akhir September lalu juga menggaruk 8 pengemis dari hotel/wisma. Kenyataan itu terbilang unik, karena pengemis saja masih bisa menyewa wisma untuk menginap. Ketika itu, kota ini menjadi serbuan pengemis seiring datangnya bulan puasa.

Mencela orang seperti berita di atas bukan yang akan saya lakukan, karena tidak ada gunanya. Dengan paduan kata yang masih mentah dan sumbang pikiran yang masih hijau, semoga apa yang tertuang di sini membuat saya semakin memiliki rasa syukur atas apa yang telah Allah SWT berikan.
Menggurui juga bukan tujuan saya, karena saya masih “murid” yang terus menerus mencari “guru” hidup.
Saat hidup semakin terjepit, banyak orang tertutup mata hatinya. Nuansa berpikir terpinggirkan. Tidak lagi menghargai diri sendiri. Menutupi betapa berlimpahnya nikmat yang telah dianugerahkan oleh yang Maha Kuasa. Meminta sedekah tanpa sedikitpun ikhlash memberi. Sabar dan sholat musnah.
“ah…, kamu bisa mengatakan itu karena bukan kamu yang mengalami. Coba kalau kamu menjadi orang susah seperti mereka,” demikian kalimat yang akan disampaikan oleh sebagian orang yang membaca tulisan ini.
Ya, itulah pendapat mereka. Tidak salah juga memang. Tapi jika boleh saya mengatakan yang sejujurnya, saya dan sebagian anggota keluarga saya mungkin telah mengalami masa-masa sulit seperti itu sebelumnya.
Sedikit saja apa yang saya alami…
Walaupun telah menempuh pendidikan sampai ke jenjang S1 (yang sudah cukup tinggi kala itu), tidak serta merta memudahkan langkah saya memasuki dunia kerja. Bingung hendak kemana ijazah ini hendak dibawa. Sampai akhirnya, hanya tawakkal dan sabar yang harus terus dipupuk. Memuja kebesaran Allah, berdo’a memohon ridho-Nya, meminta restu almarhum kedua orang tua (“mohon ma, tolong pa…”) yang selalu meninjau dan memantau anak-anaknya di alam yang lain yang jauh lebih indah dan menyejukkan.
Segala macam pekerjaan hanya untuk sekedar mencicipi manisnya kopi di pagi hari saya kerjakan, bahkan di bidang yang sebenarnya tidak pernah saya pelajari sebelumnya. Bertukang ditemani palu, paku, gergaji dan sejenisnya memperbaiki beberapa bagian rumah seseorang yang rusak, memanjat tangga-tangga lapuk menaiki kayu-kayu reot untuk mengganti atap yang memang sudah semestinya diganti dengan yang baru, mengikis pagar-pagar besi dan dinding-dinding berlumut sebelum melumurinya kembali dengan cat yang baru, menuruni sudut-sudut licin sebuah sumur yang telah mengering untuk mencari sebuah mata air dan mengalirkannya lewat mesin ke pipa-pipa yang tersambung ke kamar mandi, membersihkan halaman rumah dan kebun-kebun di belakang rumah seseorang yang baik dari rumput-rumput pengganggu yang telah rimbun, membersihkan selokan, menahan ngeri untuk memperbaiki instalasi listrik di rumah seseorang yang lain, berkubang oli dan minyak untuk memperbaiki motor atau mesin-mesin yang tidak berfungsi lagi, menjajakan buku-buku ke sekolah-sekolah, begadang seorang diri hingga pagi hari untuk menyelesaikan spanduk yang akan dipajang untuk sebuah acara yang diadakan oleh salah satu perusahaan dimana seorang teman yang menjadi ketua panitianya, menjadi kurir surat-surat atau dokumen-dokumen, mengantarkan tiket ke pemesan pada sebuah tour & travel, menerima sedikit upah untuk sebuah ketikan dan editing, coba-coba mendandani elektronik yang rusak agar bisa berfungsi kembali, berdagang voucher isi ulang pulsa, ataupun juga memperbaiki telepon selular dan komputer yang rusak ringan.
Boleh untuk tidak percaya, boleh untuk mencemooh, boleh juga untuk menganggap ini mengada-ada, atau boleh juga bilang ini belum seberapa.
Pasti masih banyak orang sukses yang jauh lebih sulit “perjuangannya” dari yang saya ungkapkan itu. Namun, bagi saya perjuangan tetaplah harus dilakukan sampai kapanpun.
Tidak dalam satu waktu kegiatan di atas saya lakukan. Usai satu pekerjaan, cari lagi. Habis manisnya kopi pagi, bergerilya menemukan lagi “sedikit gula dan kopi” untuk esoknya. Begitu selalu, tak henti walau sempat ada rasa lelah. Dengan otak yang terus berputar, tangan dan kaki yang masih bergerak dan kesempatan yang terus ada.
Yang jelas, hargai diri sendiri. Allah tidak akan merubah nasib satu kaum kecuali kaum itu yang merubahnya. Bekerja dan bertawakkal. Perbanyaklah sedekah.
Ya, Allah telah memberi…
Pikiran, tangan dan kaki kita…
Banyak “jalan” untuk ditelusuri…
Banyak “ladang” yang bisa digarap…

0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Ady'S
Berdiri di lingkaran, melihat, mendengar, merasakan, membaca, menulis, mencoba berbagi...
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.